apalagi degup jantung yang merusak hariku,
Sementara waktu merayap selagi aku termenung,
Kehilangan lelap tidur karena merindu,
Lalu mulai berdebat dengan hatiku,
Memangnya aku sanggup repot begitu?
Namun mengingatmu duduk di sudut itu,
Menanti setelah banyak janji aku lewati,
lalu matamu yang menghangat saat menyambut langkahku,
Juga kerut disudut bibirmu yang menekuk dalam saat tertawa,
Canggungnya hening yang beradu,
Pendar magenta malam yang melarut...
Mungkin sekali ini,
untukmu,
Akan kuulur sabarku dan menunggu,
Toh aku memang terhanyut mata coklat pudarmu itu,