Saya ajak anda semua sejenak ngopi di Starbucks. Salah satu kafe kopi besutan Paman Sam yang sampai sekarang masih eksis dan laris di Indonesia. Harga kopinya lumayan mahal untuk ukuran kuli seperti saya ini. Tapi di tempat ini saya dapat melakukan meeting dengan santai bersama kolega. Bukan itu saja, koneksi WiFi yang dapat diandalkan, membuat saya semakin betah meremah segudang informasi dari jagad internet dan rakus mengunyahnya sehingga menjadi sebuah ide yang cemerlang.
Tapi itu dulu, waktu saya masih bekerja di Bandung. Di kota tempat saya mencari sesuap nasi sekarang ini, logo Starbucks hanya bisa saya lihat pada kaos anak2 muda yang mungkin malah belum pernah merasakan mahalnya kopi robusta asli Indonesia dengan seduhan ala Amerika. Namun saya tidak khawatir, di sepanjang jalan tersibuk di kota ini berjajar warung kopi yang tak kalah sedapnya. Sepanjang mata memandang, berjajar papan nama kafe dengan logo “Free WiFi” berwarna khas hitam-putih. Pagi, siang, sore dan malam tak pernah sepi dari penikmat kopi. Tak peduli mahasiswa atau pengusaha, pegawai negeri atau pegawai ngeri hihihi, semua membaur disini. Laptop, Tablet dan Smartphone berjajar di meja, bersanding dengan secangkir kopi tarik dan pisang kipas khas kota ini. Masing2 meja sibuk dengan dunianya, ada yang sedang menyelesaikan tugas dari dosennya, ada yg sedang bernegosiasi harga dengan koleganya, ada juga yang hanya ingin sekedar menikmati hari :).
Begitulah bisnis kopi, WiFi menjadi complementary service yg memberikan user experience lebih kepada para customer-nya. Dengan adanya free WiFi pelanggan akan betah berlama-lama nongkrong di kafe dan memesan gelas kopi kedua, ketiga dan seterusnya.
Model bisnis kopi ini, kini mulai diadopsi oleh operator telekomunikasi. Mereka membangun coverage Free WiFi untuk memperluas cakupan layanan internet broadband sekaligus untuk mengurangi beban jaringan seluler miliknya yang semakin lama semakin penuh sesak oleh trafik data yang membludak. Sekali dayung 2 pulau terlampaui: layanan broadband data eksisting semakin kinclong karena sebagian trafik telah berpindah, dan di tempat2 strategis pelanggan mendapatkan complementary service WiFi free. Hal ini diharapkan dapat menjadi pupuk untuk menyuburkan loyalitas pelanggan terhadap operator yang akhir-akhir ini semakin layu.
Baiklah.. mari kita telisik lebih dalam tentang prospek dan teknologi WiFi Free ini bagi Operator Telekomunikasi. Pada perkembangannya nanti, WiFi dan Data Seluler akan saling terintegrasi. Hal ini didorong oleh teknologi handset, smartphone dan tablet yang mayoritas telah dilengkapi fitur WiFi.
Setidaknya ada beberapa fase yang harus dilewati untuk menjadikan WiFi dan Data Seluler terintegrasi. Begini ceritanya... bayangkan suatu hari handset kita bisa memilih jalur komunikasi data terbaik (Seluler or WiFi) secara otomatis tanpa kita sadari.
Implementasi hari ini, user harus memilih SSID yang akan digunakan dan melakukan koneksi secara manual. Setelah terkoneksi, saat pelanggan melakukan browsing pertama kali, akan diarahkan menuju halaman Web Auth sebagai antar muka untuk user melakukan otentikasi. Otentikasi ini berbatas waktu. Dan yang sering membingungkan user adalah, saat otentikasi expired, user tidak dapat melakukan browsing padahal indikator WiFi masih menunjukkan bahwa user masih terkoneksi. Hal ini kurang user friendly.
Apalagi masalah kemanan data user yang masih rentan dibajak oleh pihak ketiga. Entah dengan teknik Evil Twin Attack, Session hi-jacking, Session side-jacking, atau Eavesdropping, informasi pribadi user: password, cc number, foto, bahkan email, dapat dibajak dan disalahgunakan oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Hal-hal diatas perlu dipikirkan lebih dalam oleh Operator Telekomunikasi untuk menjamin keamanan dan kenyamanan user dalam memakai layanan data internet via WiFi.
Solusinya adalah membuat WiFi menjadi “operator friendly”. Tabel berikut adalah cara2 untuk dapat membuat WiFi dan Seluler terintegrasi. (sumber dapat dilihat di sini)
Nampaknya Operator masih harus menapaki jalan panjang untuk dapat menjadikan WiFi sebagai layanan yang aman dan nyaman bagi user.
Terlepas dari itu semua.. mari kita kembali lagi ke warung kopi tadi. Bagaimana jika papan nama mereka tidak mencantumkan logo “Free WiFi”? Apakah akan berpengaruh pada pelanggan yang datang? Berapa jumlah pelanggan yang murni ingin menikmati sedapnya kopi di warung tersebut? Jawabannya: Tergantung, seberapa sedap kopi yang dijual dan seberapa baik layanan yang diberikan bukan?