Kasus I
IbuA: “Anaknya sakit apa Bu?”
Ibu B: “Anak saya demam, badannya panas sekali”
Ibu A: “Itu biasa Bu, berikan Amoxan® saja. Saya juga biasa berikan itu kalau anak saya demam, di apotek atau warung sebelah juga ada kok Bu”
Kasus II
X: “Kamu kenapa?? Dari tadi diam saja??"
Y: “Saya lagi sakit gigi,,,, saaaakiiit sekali, rasanya tidak tahan lagi”
X: “Coba minum Ampicillin”
Y: “Bukannya itu antibiotika??”
X: “Iya memang, tapi kalau gigi saya sakit, saya selalu minum obat ini, saya cocok dengan obat ini”
Kasus III
Ny. Hawa: “Pak, sudah diminum obatnya?”
Tn. Adam:“Belum Bu, Bapak sudah merasa sehat, jadi tidak perlu minum obatnya lagi”
Ny. Hawa: “Bapak ini bagaimana to, dokternya kan bilang, obat yang ini HARUS diminum teratur dan sampai habis Pak”
Tn. Adam: “Itu kan menurut dokter Bu,, yang penting Bapak sudah merasa sehat sekarang, nanti kalau sakit lagi kan bisa minum obat lagi”
Kita pasti pernah mendengar ataupun mengalami sendiri ketiga contoh kasus di atas. Ini adalah sebagian gambaran dari kebanyaan masyarakat dalam menggunakan antibiotika.
Pemakaian antibiotika di negara-negara sedang berkembang (termasuk Indonesia) sering tidak terkontrol dan cenderung sembarangan. Antibiotika yang bisa dibeli bebas dan sangat mudah didapatkan (warung pinggir jalan pun menjualnya), ketidaktahuan masyarakat tentang cara penggunaan antibiotika yang benar (kurangnya informasi kepada masyarakat), dan pemakaian antibiotika yang tidak tepat seperti:
- Pemakaian antibiotika yang tidak dihabiskan (begitu merasa sudah sehat maka pemakaian antibiotika dihentikan walaupun obatnya belum habis
- Minum antibiotika tidak teratur, (tidak mengikuti aturan minum yang diberikan dokter
- Resep yang hanya ditebus setengah resep (mungkin karena alasan ekonomi juga)
- Satu lagi yang sering dilakukan adalah kebiasaan “sakit sedikit langsung minum antibiotika, tanpa memandang apapun penyakitnya”, (padahal antibiotika BUKAN OBAT DEWA yang bisa mengobati semua jenis penyakit)
“Kebiasaan-kebiasaan” ini ternyata berakibat fatal (sejauhmana kita menyadari akibatnya?”)
Salah satu akibatnya adalah terjadinya resistensi antibiotika. Resistensi antibiotika timbul bila suatu antibiotika kehilangan kemampuannya untuk secara efektif mengendalikan atau membasmi pertumbuhan bakteri; dengan kata lain bakteri mengalami “resistensi” dan terus berkembangbiak meskipun telah diberikan antibiotika dalam jumlah yang cukup untuk pengobatan.
Menurut data yang ada:
Pada 2009, Indonesia merupakan negara dengan kasus tertinggi ke delapan dari 27 negara dengan kasus’Multi Drug Resistance’ (MDR) yang disebabkan penggunaan antibiotik yang tidak tepat,".
Diperkirakan terdapat 12.209 pasien MDR Tuberkulosis (TB) di seluruh Indonesia pada 2007 dan diperkirakan muncul 6.395 pasien MDR-TB baru setiap tahun.
Sementara Badan kesehatan dunia (WHO) melaporkan bahwa resistensi obat yang sebagian dipicu oleh penggunaan antibiotika secara tidak rasional telah menewaskan ratusan ribu orang setiap tahun (sehatnews.com).