Sementara dilapangan ribuan gerombolan Satpol PP lari kocar-kacir di kejar massa yang marah. Dan suasana di kantor walikota Jakut pun tak kalah lucu dan heboh. Di salah satu ruang walikota, pamdal sibuk mengganjal pintu dengan badannya. Para pegawainya panik, sampai ada yang ngumpet di kolong meja. Ditengah suasana heboh macam begini, lha kok masih sempet-sempetnya ada yang merekam dengan hp. Melihat adegan macam ini kita bisa ambil hikmahnya, kalau pas pilkada lagi pilihlah pemimpin yang berani nongolin idungnya saat kerusuhan, dan bukan pemimpin yang ngumpet minta perlindungan.
Menyimak gaya Prijanto yang dengan enteng mengeluarkan pernyataan tersebut, terkesan orang nomor dua di DKI ini hanya ingin mencari selamat dan lari dari tanggung jawab, sekaligus juga menjusment rakyat yang marah itu sebagai orang-orang idiot -- kalau tidak mau disebut Prijanto ini terjangkit sindroma pikun.
Padahal saat mencalonkan wagub, Prijanto ini sudah melakukan medical checkup dan dinyatakan dokter sehat jiwa raganya. Namun sesudah menang, naluri dasar sebagai mahkluk berkaki dua muncul, yaitu terkena wabah alzheimer akut dalam menghadapi kondisi krisis yang tercermin dalam pernyataan yang disiarkan tv tadi.
Priajanto mungkin lupa bahwa seharusnya ia mengirimkan material bangunan beserta ahli bangunan danĀ bukan preman berseragam yang dilengkapi pentungan dan gas air mata untuk melakukan renovasi makam Mbah Priuk.
Untung rakyat marah! Jika tidak, makam Mbah Priuk pasti benar-benar diluluhlanktakkan oleh gerombolan satpol pp yang menganggap makam Mbah Priuk hanyalah lapak pedagang liar. Dan bila hal ini terjadi, siap-siaplah menerima kemarahan Tuhan.
Maka dengan pelajaran Mbah Priuk ini seharusnya Prijanto tidak cukup meminta maaf, namun perlu berterima kasih kepada RAKYAT YANG MAU MARAH.
salam marah