Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Aku Menyesal Menggampangkan Pelajaran!

15 September 2024   12:11 Diperbarui: 15 September 2024   12:14 119 1

 
"Ibu! Aku menyesal menggampangkan pelajaran."

'Aku nggak percaya ini terjadi.'
Gumamku pelan. Masih memandang angka 70 yang tertulis disudut kanan atas kertas ulangan Bahasa Arabku.

Teringat saat aku duduk di Madrasah Ibtidaiyyah kelas IV. Pada saat itu aku berusia 10 tahun. Aku adalah orang yang dikenal sebagai sosok yang pendiam. Aku suka ketenangan dan kerapian.

Ketika aku kelas IV Madrasah
Ibtidaiyyah. Biasanya aku setiap pagi sebelum berangkat sekolah selalu mengikat rambutku dan memakai jilbab dengan rapi. Dan mata yang bersinar penuh semangat.

Pada suatu hari. Sehari sebelum ulangan harian Bahasa Arab aku duduk di kursi meja belajarku di kamar tidur  membolak-balik buku catatanku.

Di meja di depannya. Terlihat kamus tebal dan buku cetak Bahasa Arab. Setelah aku buka sebentar lalu aku tutup lagi. Aku merasa hanya perlu membaca buku catatan Bahasa Arab sebentar saja lalu aku akan menambah sedikit lagi hafalan kosakata Bahasa Arab.

Tapi perhatianku malah tertuju pada layar ponsel di tanganku. Notifikasi dari media sosial terus berdatangan. Seolah memanggilku untuk mengecek setiap detiknya.

'Aku hanya sebentar saja.' Bisikku dalam hati. Mencoba meyakinkan diriku sendiri. 'Lagian besok kan cuma ulangan harian nggak perlu terlalu serius.' 'Biasanya aku juga bisa mengerjakannya.' Ucapku dalam hati.

Namun ketenangan itu tiba-tiba terganggu oleh suara adikku yang berlarian di luar kamar. "Naja jangan berisik!" Seruku, mencoba untuk tetap fokus. Aku berusaha menekan kemarahan tetapi semakin lama semakin tidak sabar.

Aku membuka pintu kamar dengan agak kasar dan melihat Naja yang sedang bermain dengan mainan yang berserakan di lantai. Tanpa berpikir panjang. Aku meraih mainan itu dan meletakkannya di tempat yang lebih rapi.

"Kenapa kamu harus selalu mengganggu saat aku sedang belajar?" Tanyaku dengan nada tegas. Naja menatapku dengan mata berkaca-kaca. "Aku hanya ingin main kak! Kenapa harus marah-marah terus?"

Frustrasi aku menarik lengannya sedikit keras. Naja membalas dengan menendang kakiku. Dan seketika itu juga. Suasana menjadi tegang.

Aku merasa marah dan balas memukul tangannya dengan ringan. Tetapi Naja langsung memukul balik. Keduanya terlibat dalam pertengkaran kecil. "Kakak jangan kasar!" Naja berteriak. Sementara aku tidak kalah kerasnya. "Kamu yang ganggu aku terus!."

Pertengkaran kami semakin memanas dengan saling adu mulut. Akhirnya pertengkaran kami antara aku dan adikku berakhir. kami berdua merenungkan dan menyadari kesalahan kami masing-masing. Lalu kami saling memafkan.

Tak terasa sudah satu jam berlalu.

'Ya ampun. Udah jam 9 malam.' Harusnya aku udah hafal semua kosa kata. Tapi malah lebih sering buka HP.

Nggak apa-apa. Masih ada waktu. Aku lihat sedikit lagi saja. Kosa katanya juga gak terlalu sulit menghafalnya. Hingga tiba-tiba aku menguap lelah dan menyadari bahwa sudah hampir jam 11 malam.

'Aduh udah malem banget! Harusnya aku fokus belajar saja tadi... Kok aku malah sambil lihat hp juga. Apa yang aku pelajarin tadi? 'Kenapa aku nggak serius belajar dari tadi? Kenapa aku gampangin?.'

Setelah lama waktu berlalu. Akhirnya aku selesai belajar Bahasa Arab tapi saat belajar Bahasa arab aku hanya menghabiskan waktu untuk menghafal kosa kata Bahasa Arab.

Aku merasa tidak perlu untuk memahami makna atau konteks yang aku hafal. Aku berfikir bahwa itu sudah cukup untuk mendapat nilai yang tinggi. Aku menganggap enteng saja karena menurutku ulangan Bahasa arabnya akan mudah bagiku.

Saat aku ingin tidur. Ibuku masuk ke dalam kamarku. Ibuku bertanya kepadaku "Nak besok Azy ada ulangan harian nggak?." Ucap Ibuku. Aku menjawab "Ada bu. Ulangan Bahasa Arab."

Kemudian Ibuku mengingatkan kepadaku kalau belajar Bahasa Arab itu tidak hanya dihafal saja. Tapi juga dipahami. Pada saat itu aku hanya mengangguk saja. Tidak terlalu memikirkan ucapan yang dibilang Ibuku kepadaku.

Pagi itu angin sepoi-sepoi menembus jendela ruang kelas. Aku duduk di bangku di deretan kedua dari depan. Dengan buku catatan bahasa Arab terbuka di atas meja.

Hari ini adalah hari ulangan Bahasa Arab. Mata pelajaran yang selalu membuatku percaya diri. Bahasa Arab adalah mata pelajaran yang aku sukai. Sejak kelas dua. Aku selalu mendapat nilai bagus bahkan sering sempurna di setiap ulangan.

"Siapkan kertas!" Suara Bapak guru Bahasa Arab kami. Terdengar lantang di depan kelas. Semua teman-teman langsung bergerak cepat. Menyiapkan alat tulis dan kertas ulangan.

Aku menghela napas. Berusaha tetap tenang seperti biasanya. 'Ini hanya ulangan biasa.' Pikirku. Seperti ulangan sebelumnya. Aku yakin bisa mengerjakannya dengan mudah.

Kertas soal pun dibagikan. Dan begitu aku membaca soal-soalnya. Aku merasa tidak ada yang terlalu sulit. Aku mulai mengerjakan dengan tenang.

Seiring berjalannya waktu. Ada sesuatu yang berbeda kali ini. Setiap soal yang kubaca terasa lebih sulit daripada biasanya. Beberapa kosakata yang biasanya mudah teringat. Mendadak terasa asing di kepalaku.

Keringat dingin mulai mengalir di pelipisku. Aku berusaha keras mengingat kembali pelajaran yang sudah kupelajari. Tetapi sepertinya otakku menolak bekerja sama.

Aku terkejut karena mendapati soal-soal yang muncul jauh lebih sulit daripada yang pernah aku perkirakan. 'Ini tidak sesuai dengan yang aku hafal ternyata sulit.' Ucapku dalam hati. Banyak soal yang tidak bisa aku jawab dengan tepat karena aku tidak memahami arti dan konteksnya.

Hari pengumuman nilai ulangan Bahasa Arab tiba. Aku merasa cemas dan menurutku hari itu adalah hari yang paling menegangkan bagiku.

Ketika hasil ulangan dibagikan. Aku sedang duduk di bangku sambil menatap kertas ulangan Bahasa Arabku yang nilainya sangat buruk. Disitu angka yang terpampang membuat hatiku tenggelam dalam perasaan kecewa.

Tiba-tiba  Keke  temanku datang menghampiriku. Dia duduk  di sampingku dengan wajah penuh kekhawatiran. "Kamu kenapa Azy? Dari tadi kelihatan murung aja."

Aku menghela nafas panjang.
Kemudian menatap Keke dengan mata yang hampir berkaca-kaca. "Nilai ulangan Bahasa Arabku jelek Ke. Aku cuma dapat nilai 70."
Keke terkejut. "Wah kok bisa?  bukannya kamu selalu gampang ngerjain soal-soal Bahasa Arab?." Nilai kamu selalu bagus.

Aku mengangguk pelan. "Iya itu masalahnya. Aku terlalu menggampangkan pelajarannya. Padahal aku udah dikasih tahu sama Ibuku."

Keke tersenyum. "Yah mungkin ini pelajaran buat kita. Jangan pernah menggampangkan sesuatu. Meskipun kita sudah menguasai. Setiap pelajaran punya tantangan masing-masing." Aku mengangguk  pelan.

"Iya aku sadar sekarang.  Aku tidak boleh menggampangkan sesuatu dan harus lebih serius lagi belajar. Bahasa Arab itu bukan cuma tentang hafalan tapi juga pemahaman."

Keke menepuk bahuku dengan lembut. "Yang penting kamu sadar dan mau barubah masih ada waktu untuk memperbaiki nilai."          
 
Aku terdiam sesaat merenungkan kata-kata Keke. "Terimakasih Keke aku janji aku bakal lebih serius belajar." Keke tersenyum. Kali ini lebih lebar.  "Aku yakin kamu bisa."  

Percakapan kami terhenti saat Guru Bahasa Arabku memanggilku ke mejanya. "Azy," Katanya. Aku melihat kamu telah berusaha dengan keras untuk menghafal materi."  "Namun Bahasa Arab bukan hanya tentang hafalan.

Penting untuk memahami makna dan konteks agar kamu bisa menggunakannya dengan benar."
Aku merasa malu dan menyesal. Guru Bahasa Arabku melanjutkan, "Kegagalan ini bukanlah akhir dari segalanya. Ini adalah kesempatan untuk belajar.

Mulai dari sekarang cobalah untuk memahami materi dengan lebih mendalam. Bacalah teks. Diskusikan dengan teman dan jangan ragu untuk bertanya." Saat Guru Bahasa Arabku selesai berbicara denganku. Ia menyuruhku untuk duduk.

Ketika pulang sekolah. Aku berbicara kepada Ibuku. "Ibu aku dapat nilai buruk di ulangan bahasa Arab." Ucapku. Ibu Nara duduk di sampingku, "Ceritakan lebih lanjut Nak. Kenapa bisa terjadi?" Aku menghela napas dan menjelaskan.

"Aku hanya menghafal semua materi tanpa benar-benar memahaminya. Aku pikir itu sudah cukup tapi ternyata aku kesulitan saat ujian." Ibu Nara  mengangguk dengan penuh perhatian.

"Sudah Ibu bilang kan waktu sehari sebelum kamu ulangan harian Bahasa Arab. Lain kali kamu jangan hanya menghafal saja ya. Kamu juga harus memahaminya." Ucap Ibuku.

Aku merasa lega setelah mendengar penjelasan Ibu. "Aku akan mulai belajar dengan cara yang berbeda, Bu. Aku akan berusaha memahami setiap materi, bukan hanya menghafalnya." Ibuku tersenyum dan memelukku. "Itu adalah keputusan yang baik.

Ingatlah bahwa kegagalan adalah bagian dari proses belajar. Yang penting adalah bagaimana kita belajar dari kesalahan dan terus berusaha."

Minggu berikutnya aku belajar Bahasa Arab lagi. Sebelum memulai palajaran. Guru Bahasa Arabku mengatakan sesuatu yang membuatku termotivasi.  

"Saya tahu banyak dari kalian yang merasa sudah menguasai pelajaran Bahasa Arab ini. Tapi ingatlah ilmu itu luas  jangan pernah merasa puas dengan pengetahuan yang ada karena itulah yang membuat kalian tertinggal."

Sejak banyaknya kejadian yang aku alami saat itu aku belajar satu hal penting lagi.  Aku bertekad untuk tidak lagi menggampangkan pelajaran. Terutama Bahasa Arab yang sebelumnya aku remehkan.  

Aku siap menghadapi pelajaran berikutnya dengan lebih serius  dan tekun. Aku menyadari bahwa memahami sesuatu lebih penting daripada hanya sekedar menghafalnya. Karena memang itu satu-satunya pengalaman yang paling aku ingat .

Aku tahu bahwa kesuksesan tidak datang dari menggampangkan sesuatu. Tapi dari kerja keras dan kesungguhan hati.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun