Selama dua puluh tahun masa pemerintahannya, raja mampu mengelola krisis  saat-saat yang paling sulit dan mampu bangkit.
Selama 20 tahun terakhir, Maroko melakukan serangkaian reformasi politik, administrasi dan hukum di bidang hak asasi manusia (ham), yaitu penghapusan beberapa keberatan yang dibuat tentang konvensi internasional yang sudah diratifikasi Maroko, penciptaan sejumlah lembaga yang bekerja di bidang promosi dan perlindungan ham, dan konstitusi baru diberlakukan berkat keputusan raja yang berani dan murah hati.
Melalui konstitusi ini, Maroko telah mengalami reformasi yang sangat menyeluruh, seperti memperluas ruang lingkup hak dan kebebasan warga negara, independensi peradilan dari kekuatan eksekutif dan legislatif lainnya, dan memperkuat kekuasaan pemerintah dan parlemen. .
Selain itu, bahasa Amazigh juga telah diakui sebagai bahasa resmi, sama halnya  dengan engan bahasa Arab. Atas penciptaan bahasa tersebut dari Institut Kerajaan Budaya Amazigh (IRCAM) pada tahun 2001, ia dihargai pada tahun-tahun awal masa pemerintahannya.
Untuk masalah perempuan, Mohammed VI menempatkan perempuan sebagai prioritas reformasi legislatif dan institusional.
Raja memimpin proses luar biasa memodernisasi status perempuan Maroko, Â seperti yang ia tekankan dalam beberapa pidatonya tentang perlu sekali mempromosikan peran perempuan.
Reformasi keluarga adalah salah satu proyek terbesar yang diprakarsai oleh raja. Reformasi ini lahir pada Oktober 2004, setelah debat masyarakat yang berlangsung lebih dari empat tahun, antara kaum konservatif dan modernis.
Ia dianggap sebagai raja untuk kaum papa, Mohammed VI menjadikan kemiskinan sebagai salah satu perhatian utama pemerintahannya, meluncurkan Inisiatif Nasional untuk Pembangunan Manusia (INDH) pada  18 Mei 2005 lalu, yang bertujuan untuk memerangi ketidaksetaraan, kemiskinan dan kerawanan sosial.
Inisiatifnya ini tak terbantahkan, ia berhasil membantu mencegah radikalisasi laten di antara populasi yang kurang beruntung atau terpinggirkan.
Di tingkat internasional, Â Maroko kembali ke Uni Afrika (AU) pada tahun 2017, setelah meninggalkan organisasi Afrika (OA) pada tahun 1984.
Diplomasi Maroko sangat aktif dan hadir di negara-negara Sahel dan Afrika Barat. Kerajaan juga telah naik ke peringkat investor terbesar kedua di benua itu setelah Afrika Selatan.
Kembalinya ke Uni Afrika ini menunjukkan keinginan Maroko untuk mempertahankan tujuan nasionalnya dan berkontribusi pada pengembangan benua Afrika.
Mengenai proyek-proyek utama pekerjaan dan pengembangan, tahun-tahun pemerintahan Mohammed VI melihat penyebaran jaringan infrastruktur yang penting, sepeti pelabuhan, jalan raya, jembatan, kereta api, zona industri.
Maroko sepenuhnya terlibat dalam mengimplementasikan keinginan kedaulatan untuk membangun infrastruktur yang mampu menjadikan Maroko sebagai pusat ekonomi regional.
Maroko Resmikan Pelabuhan Peti Kemas Terbesar di Mediterania