Telah disepakati secara umum bahwa ASI adalah makanan terbaik dan teraman bagi bayi, terutama sekali jika eksklusif dalam enam bulan pertama, maka setelahnya menjadi sebuah keutamaan hingga usia dua tahun (masa penyapihan). Dalam masa penyusuan itu, selain mendapatkan manfaat nutrisi dari ibunya, bayi belajar mengenal dan membentuk karakter, diiringi oleh kasih sayang yang diberikan sang ibu.
Kemudian satu persoalan dimunculkan, bagaimana dengan ibu-ibu yang tidak keluar ASI-nya atau karena suatu justifikasi medis tidak dapat menyusui bayinya yang baru lahir dan membutuhkan ASI, sedangkan susu formula yang beredar tidak terjamin keamanannya bagi kesehatan bayi? ASI Perah dari pendonor atau bank ASI pun diajukan sebagai salah satu solusinya. Sehingga polemik mengiringi masalah ASI perah ini, apakah termasuk penyusuan yang aman atau dibenarkan baik secara agama maupun budaya.
Bicara tentang budaya, dikenal peribahasa  "di mana langit dijunjung di situ bumi dipijak" dan "lain ladang lain belalang lain lubuk lain pula ikannya", sehingga persoalan menggunakan ASI perah atau menyusukan anak kepada orang lain tidak dapat dipukulratakan perlakuannya antara satu budaya dengan budaya lainnya. Lain halnya jika mengacu kepada agama yang memiliki aturan yang jelas bagi para pemeluknya, ia bisa menjadi standar ketakwaan seseorang.
Dalam Al-Qur'an surat Albaqarah ayat 233, Allah menganjurkan para ibu untuk menyusui anak-anaknya selama dua tahun sebagai masa penyusuan yang sempurna, membolehkan penyapihan sebelum dua tahun atas kerelaan dan musyawarah ayah ibunya, serta membolehkan anak-anaknya disusui oleh orang lain. Dapat dibaca penjelasannya secara komprehensif di artikel yang ditulis oleh seorang ustadzah mengenai hukum penyusuan.
Dengan demikian yang perlu diperhatikan bagi ibu-ibu yang menggunakan ASI perah dari donor atau bank ASI adalah mengetahui latar belakang pendonor ASI perah, agama, akhlak dan tabiatnya, serta riwayat penyakit yang dideritanya.  Serta perlu mencatat dengan baik histori dan frekuensi penggunaan ASI perah tersebut oleh sebab menurut hukum Islam penyusuan lebih dari lima kali yang mengenyangkan bayi sebelum disapih dapat menjadikan hubungan mahram.