Pernahkah Anda mengenal seseorang, mungkin teman Anda, atau mungkin Anda sendiri, dimana semasa menjalani pendidikan (sekolah), menggantungkan biaya sekolah dan ataupun biaya hidupnya pada beasiswa?
Kehadiran beasiswa tentunya merupakan angin segar bagi orang-orang, khususnya bagi yang berkeinginan melanjutkan sekolah ke jenjang pendidikan apapun, baik dalam negeri ataupun luar negeri. Tetapi bagi saya pribadi, dengan hanya adanya ‘kehadiran’ beasiswa saja belumlah cukup.
Informasi mengenai beasiswa dapat kita peroleh dengan mudah melalui dunia maya, ataupun media-media publikasi lain seperti koran, majalah, ataupun televisi. Tidak jarang, informasi mengenai beasiswa ini dapat diperoleh melalui sekolah / universitas tempat si pelamar akan atau sudah bersekolah di sana. Khususnya untuk beasiswa yang disalurkan melalui universitas, tentunya sekolah / universitas berperan sebagai ‘perantara’ agar pemberi beasiswa (entah pemerintah ataupun swasta) dapat menyalurkan beasiswa kepada pihak penerima (siswa pelamar beasiswa) sehingga ia tetap dapat melanjutkan dan menyelesaikan pendidikannya di sekolah / universitas tersebut.
Peran sekolah / universitas sebagai ‘perantara’ sangat menarik untuk dikaji lebih lanjut. Definisi perantara berdasarkan KBBI adalah orang (negara dsb) yg menjadi penengah (dl perselisihan, perbantahan, dsb) atau penghubung (dl perundingan); pialang; makelar; calo (dl jual beli dsb). Sehingga dapat dikatakan, sekolah / universitas sebagai perantara berperan sebagai penghubung antara si pemberi dan penerima beasiswa.
Namun demikian, saya memiliki harapan bahwa sekolah/ univeristas bukan hanya berperan sebagai ‘perantara’ yang menghubungkan si pemberi dan penerima beasiswa. Lebih daripada sekedar menjadi penghubung dan penyedia lembaga pemberi beasiswa, saya sangat berharap pihak sekolah atau universitas juga harus berperan lebih sebagai ‘pelindung’. Apa yang saya maksud dengan pelindung adalah pihak universitas atau sekolah mutlak harus melindungi dan juga memperjuangkan hak-hak penerima beasiswa yang tak lain adalah siswanya sendiri.
Saya pernah menemui kasus dimana, karena beasiswa belum diberikan oleh pihak pemberi beasiswa (sehingga biaya pendidikan belum terbayarkan), tanda kelulusan (ijazah) siswa penerima beasiswa tersebut ditahan oleh pihak sekolah / universitas. Apabila kita pikir dengan akal sehat, penerima beasiswa tersebut pun menerima beasiswa melalui perantara sekolah / universitas. Apabila tanda kelulusan mereka ditahan oleh pihak sekolah / universitas, sama saja artinya dengan pihak sekolah / universitas sendiri tidak percaya bahwa pihak pemberi beasiswa tersebut akan membayarkan beasiswanya. Atau dengan kata lain, pihak sekolah / universitas ‘menjerumuskan’ siswa di sekolah / universitasnya sendiri untuk mendapatkan beasiswa dari si pemberi beasiswa yang mana pihak sekolah / universitas sendiri tidak memiliki kepercayaan bahwa si pemberi beasiswa tersebut akan membayarkan beasiswa yang dijanjikan pada siswanya sendiri.
Di sinilah alasan saya mengatakan bahwa saya mengharapkan peran sekolah / universitas lebih daripada sekedar ‘perantara’. Saya pribadi meyakini, banyak hal yang dapat dilakukan oleh sekolah / universitas sebagai ‘pelindung’. Misalkan, sekolah / universitas dapat secara proaktif menghubungi pihak pemberi beasiswa untuk mengkonfirmasi waktu pengiriman beasiswa (bukan hanya terus beralasan tidak sempat setiap harinya), ataupun tindakan pencegahan seperti: tidak membuka gelombang beasiswa baru dari lembaga pemberi beasiswa yang sama untuk tahun ajaran berikutnya sebelum beasiswa di tahun-tahun ajaran sebelumnya dilunasi.