Bobroknya tata kelola kota Semarang & Kabupaten Demak dalam melakukan revitalisasi daerah aliran sungai (DAS),  pompanasi & bendungan ditengah perubahan iklim & eksploitasi alam ugal-ugalan saat ini. membuat masyarakat terpaksa menanggung dampaknya & terancam tidak bisa mengikuti lebaran Tahun ini. melansir postingan Instagram Demakhariini, masyarakat Sayung Kidul Gg makam RT 02 RW 03, tak bisa membuat lontong untuk lebaran tahun ini serta meminta perhatian pemerintah pusat untuk turun langsung menangani banjir di daerahnya.
      1. Pemudik merugi hingga benjir Demak terparah 30 tahun terkahir
      Pemudik yang melewati Semarang & alami kematian mesin akibat banjir yang terjadi di Kaligawe Semarang, hingga tenggelamnya belasan kecamatan di Demak adalah rekor banjir terparah yang pernah di alami Demak sepanjang 30 tahun terkahir. Narasi yang mengatakan bahwa Demak dahulunya merupakan lautan sehingga  menormalisasi kebanjiran yang terjadi adalah kekeliruan yang tak memiliki dasar. Menurut, dosen teknik geologi UGM banjir Demak tidak ada kaitannya dengan selat muria beberapa abad lalu, banjir yang terjadi karena perubahan iklim, eksploitasi alam, & skema mitigasi yang dinilai berkurang oleh pemerintah.
      2. Dosa Pemerintah & Pertanggungjawaban kepada rakyat
      Maka jelas bahwa Pemerintah Daerah, Kota, Kabupaten & Desa  berhak disalahkan dalam memberikan perijinan bagi ekploitasi alam yang kemudian menyebab kebanjiran di Semarang maupun Demak. Menurut laporan WALHI Jateng tahun 2023, penambangan batu gamping di hilir kawasan karst Sukolilo baik memiliki izin maupun ilegal  jelas berdampak terhadap kerusakan lingkungan saat ini.Â