"Boi, lebaran mudik nggak?" Zurai, perempuan asal Kelumbi Bangka Belitung itu menepuk bahuku. Kutenggak segelas sirup warna hijau saat terdengar adzan Maghrib. Dulu, pertama mengenal Zurai, aku sengit dipanggil "Boi" jelas -- jelas aku perempuan, rupanya "Boi" adalah sapaan akrab di daerahnya. "Tentu, mungkin mudik terakhir" jawabku sambil mencomot kurma dua sekaligus. "Mudik terakhir?" Zurai menganga dengan mata membulat, persis macam orang kena tenung.
KEMBALI KE ARTIKEL