Tapi rokok relatif lebih mudah didapat dan dijual bebas di banyak tempat dibanding minuman beralkohol. Alasan utamanya bisa dimaklumi selain efek bahaya orang saat mabuk juga karena alkohol diharamkan bagi umat Islam, di mana mayoritas agama yang dianut di negara ini.
Terlepas dari pro kontra halal-haram, manfaat-mudarat, rokok sudah sangat jelas dicap buruk bagi kesehatan, tidak hanya bagi yang mengkonsumsi tapi juga orang di sekitarnya yang dianggap sebagai perokok pasif.
Kampanye bahaya rokok dimana-mana, korban terus berjatuhan, bahayanya pun disadari, tapi jumlah perokok tidak pernah berkurang di negara yang masih banyak penduduk miskinnya ini.
Rokok punya dua masalah kombo yang saling berkaitan yaitu kesehatan dan ekonomi. Rokok bikin jantung bocor dan pastinya kantong jadi tekor.
Jantung, paru-paru, dan organ tubuh lainnya yang sering terkena nikotin rokok rentan rusak, baik kebocoran, kanker, dan lainnya. Selain sekian rupiah yang semestinya bisa digunakan untuk peningkatan gizi, biaya sekolah, dan lainnya hangus hanya untuk membakar rokok menjadi asap.
Penetrasi produsen rokok seakan tak bisa dilawan oleh kampanye bahaya rokok sekalipun. Padahal peraturan untuk promosi dan iklan produk rokok sudah dibuat sangat ketat pun sudah mencantumkan bahaya merokok pada bungkusnya.
Saya tidak punya data perbandingan penjualan minuman beralkohol dengan penjualan rokok secara nasional tapi secara kasat mata awam penjualan rokok pastinya lebih besar dari penjualan alkohol.
Permasalahan rokok memang mengandung dilema buat pemerintah. Di satu sisi sangat jelas kerugiannya tapi di sisi lain adalah salah satu penyetor pajak terbesar buat negara.
Belum lagi ada jutaan orang yang mendapat manfaat ekonomi dari rokok. Pemilik usaha jelas, daftar orang kaya di negera ini berasal dari keluarga pemilik pabrik rokok.
Rantainya panjang mulai dari petani tembakau, cengkeh, buruh pabrik, jalur distribusi hingga semua usaha turunan dari industri rokok, termasuk pengecer batangan di asongan.
Dilema yang sulit bagi pemerintah. Ibarat buah simalakama. Mereka mungkin sudah punya hitung-hitungannya tapi tidak ada kemauan untuk merumuskan atau memang dibiarkan seperti ini saja terus keadaannya.
Tapi seandainya saya boleh mengkhayal dan saya adalah penentu kebijakan dari masalah rokok ini maka ada beberapa langkah yang akan saya ambil.
Tentu langkah ini hanya berdasarkan pemikiran saya sendiri yang terbatas tanpa mengindahkan berbagai variabel yang bisa terjadi, mungkin terjadi, dan atau akan terjadi yang pastinya akan saling berkaitan dan memengaruhi.
Ini hanya murni letupan yang ada di kepala.
Langkah yang bisa diambil untuk menekan bahaya rokok adalah:
1. Naikkan cukai rokok hingga harga maksimum yang sulit dijangkau masyarakat.
2. Buat program detoks nasional atau program rehabilitasi bagi para perokok.
3. Haramkan rokok sehingga peraturan dan perlakuannya akan seperti alkohol.
Tiga langkah yang sulit, tidak populer, berpotensi kontra sangat besar, dan tentunya tidak akan diambil oleh pemerintah saat ini.
Tapi apakah masuk akal? Masuk akal. Apakah akan berhasil? Belum tentu.
Apakah akan memberi dampak? Bisa jadi.
Yang pro dan kontra silakan beri opininya di kolom komentar atau silakan membuat tulisan sendiri di rubrik kesehatan kompasiana.
Salam.