Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi Pilihan

Kopi, Topi, Pipi

25 Februari 2021   10:14 Diperbarui: 25 Februari 2021   10:22 256 40
Kopi tersaji di meja,
Di hadapan pembeli yang duduk menunggu hujan berhenti,

Berhenti di warung sederhana di luar parkiran stasiun kereta,

Kereta yang tak laju jalannya karena rel yang terendam banjir hingga terhenti sementara,

Sementara warung tampak ramai dengan laki-laki aneka rupa aneka usia,

Usia tua, muda, semua memakai penutup kepala. Aneka penutup kepala dari songkok, peci bulat, baret, caping, kupluk, dan topi moderen populer.

Populernya warung ibu tua sudah tiga puluh tahun lebih. Saat lingkungan sekitar lebih banyak hutan karet dibanding rumah. Saat ibu tua hanya berdua sang suami yang baru menikah waktu itu. Membuka warung untuk menyambung hidup sebagai keluarga baru.

Baru setahun lalu sang suami pergi untuk selamanya. Sejak itu seorang gadis belia yang menemaninya. Gadis beliau yang dia tampung dari pengamen yang sering lewat di depan warungnya. Sebelumnya hanya dengan suaminya. Mereka tidak memiliki anak dan tidak pernah mengurus anak.

Anak itu bukan anaknya tetapi naluri keibuannya justru muncul di usianya yang tak lagi muda. Gadis belia dirawatnya dari gadis kumuh menjadi gadis manis dan bersih dengan warna kemerah-merahan di pipi.

Pipinya kemerahan tanpa baluran kosmetik sedikitpun. Pipi yang menjadi daya tarik setiap orang yang melihatnya. Laki-kaki, tua muda, semua terpesona.

Pesona yang membawa keberuntungan bagi warung ibu tua. Pipi yang menarik lelaki bertopi untuk minum kopi? Entah. Tak ada yang mengaku. Tak usah dipedulikan. Tak perlu dipertanyakan. Cukup nikmati.

Nikmati saja kopinya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun