Tak seperti biasanya, hari ini secangkir kopi ditemani irisan pisang goreng betapa nikmat sekali. Nikmatnya, sejenak melupakan viralnya peristiwa kebakaran hutan dan lahan di lokasi wisata padang Savana Gunung Bromo akibat ulah pre wedding.
Meski kepala terasa nyut-nyut dibagian kanan belakang, minum kopi hitam buatan istri begitu nikmat sekali, sampai-sampai mengalahkan mahalnya vietnam kopi ala Jessica Kumala Wongso.
Perpaduan rasa pedas sambel terasi dengan wanginya gorengan pisang, menambah nikmat suasana suhu diatas 32 derajat celcius panasnya. Semua itu sirna, ketika cocolan sambelnya menyatu dengan pisang goreng yang siap dikunyah dalam mulut, begitu digigit terdengar suara kriuk gorengan tepung sangat memanjakan lidah orang indonesia yang memang doyan pedes, meski dibilang pedes tetap saja tangan mencolek-colek sambel lalu dimakan.
Pokoknya, asal pisang dan ubi goreng ketemu kopi, mereka kompak ngobrol ngalor ngidul bak pakar komunikasi, diselingi tawa dengan kepulan asap rokok ngobrolnya sampai pagi. Apa saja diobroli. Orang datang ke warkop bukan hanya menyeruput kopi saja, tapi juga menikmati suasana kehidupan yang tidak didapatnya di kantor maupun di rumah.
Warung kopi bukan sekedar menikmati kopi saja. Tapi lebih kepada interaksi antar sesama manusia untuk berkumpul membahas segala hal yang lagi marak belakangan ini.
Mulai dari masalah Capres dan Cawapres, Baleg, Caleg, politik, harga sembako naik, kriminal, korupsi, pendidikan, masalah selingkuh, kasus rumah tangga, Putus sama pacarnya, olahraga hingga bisnis pun ngobrolnya di warung kopi maupun cafe. Obrolan ala warkop itu serius tapi santai yang memang diwarnai gelak tawa pengunjung yang mayoritas pria ini saling berinteraksi untuk melepas penat.
Ngopi di Warung kopi maupun Cafe bukan sekedar kopi kalau sudah dimaknai sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kebutuhan interaksi sosial. Maka tidak mengherankan, harga secangkir kopi bervariasi dari belasan ribu hingga harga puluhan ribu, bahkan ratusan ribu, tetap saja tidak pernah sepi peminat.
Warung kopi, boleh disamakan dengan budaya berdiskusi orang indonesia yang berdiri sama tinggi, duduk sama rendah. Barangkali yang membedakan hanyalah wawasan dan jumlah pesanan kopinya saja. Untuk itulah, budaya berinteraksi sosial bermasyarakat yang perlu dilestarikan keberadaannya.