Keunikan Masjid Muhammad Cheng Hoo Indonesia ini dilhami dari bentuk Masjid Niu Jie di Beijing yang dibanggun pada tahun 996 Masehi dengan luas tanah seluruhnya 3.070 meter.
Seiring dengan selesainya tahap pertema pembangunan Masjid ini pada tanggal 13 Oktober 2002, maka dilakukanlah peresmian pembangunan Masjid (Soft Opening) Muhammed Cheng Hoo Indonesia sudah dapat digunakan untuk beribadah dan selanjutnya tinggal melakukan beberapa penyempurnaan bangunan Masjid.
Oleh seluruh anggota Yayasan Haji Muhammad Cheng Hoo Indonesia dan PITI disepakati tanggal tersebut sebagai hari ulang tahun Yayasan dan Masjid Muhammed Cheng Hoo Indonesia. Diresmikan oleh Menteri Agama Republik Indonesia Prof. Dr. Said Agil Husin Al Munawar, MA di Surabaya pada, 28 Mei 2003
Secara keseluruhan Masjid Muhammad Cheng Hoo Indonesia berukuran 21 x 11 meter, dengan bangunan utama berukuran 11 x 9 meter. Pada sisi kiri dan kanan bangunan utama tersebut terdapat bangunan pendukung yang tempatnya lebih rendah dari bangunan utama.
Setiap bagian bangunan Masjid Muhammad Cheng Hoo Surabaya Indonesia ini memiliki arti tersendiri, misalnya ukuran bangunan utama. Panjang 11 meter pada bangunan utama Masjid Muhammad Cheng Hoo Surabaya ini menandakan bahwa Ka'bah saat pertama kali dibangun oleh Nabi Ibrahim AS memiliki panjang dan lebar 11 meter, sedangkan lebar 9 meter pada bangunan utama ini diambil dari keberadaan Walisongo dalam melaksanakan syi'at Islam di tanah Jawa.
Arsitekturnya yang menyerupai model kelenteng itu adalah gagasan untuk menunjukkan identitasnya sebagai muslim Tionghoa (Islam Tiongkok) di Indonesia dan untuk mengenang leluhur warga Tionghoa yang mayoritas beragama Budha.
Selain itu pada bagian atas bangunan utama yang berbentuk segi 8 (pat kwa), angka 8 dalam bahasa Tionghoa disebut Fat yang berarti jaya dan keberuntungan.
Dalam risalah, pada saat Rasulullah Muhammad SAW melakukan hijrah dari Mekkah ke Madinah, beliau dikejar-kejar oleh kaum kafir Quraish dan bersembunyi di dalam gua Tsur. Pada saat hendak memasuki gua tersebut, terdapat rumah laba-laba yang bentuknya seperti segi 8, Rasullullah yang dalam keadaan teraniaya tidak mau merusak rumah laba-laba tersebut.
Beliau memohon kepada Allah SWT agar diberikan perlindungan dan keselamatan dari kejaran kaum kafir Quraish. Dengan bantuan Allah SWT, Rasulullah dapat memasuki gua Tsur tanpa harus merusak rumah laba-laba tersebut. Saat situasi aman, beliau keluar dari gua Tsur dan melanjutkan perjalanan menuju Madinah untuk berhijrah guna menyampaikan wahyu yang diberikan Allah SWT kepada umat muslim di Madinah.
Saat berada di gua Tsur pada waktu perjalanan hijrah tersebut, Allah memberikan perlindungan (keberuntungan) untuk dapat melalui rumah laba-laba itu dengan damai tanpa harus merusak dan mengganggu makhluk lainnya.
Hal ini menunjukkan bahwa agama Islam yang diwahyukan Allah SWT kepada Rasulullah Muhammad SAW merupakan agama yang cinta damai.
Pada bagian depan bangunan utama terdapat ruangan yang dipergunakan oleh imam untuk memimpin sholat dan khotbah yang sengaja dibentuk seperti pintu gereja, ini menunjukkan bahwa Islam mengakui dan menghormati keberadaan Nabi Isa AS sebagai utusan Allah yang menerima Kitab Injil bagi umat Nasrani. Juga menunjukkan bahwa Islam mencintai hidup damai, saling menghormati dan tidak mencampuri kepercayaan orang lain.
Pada sisi kanan Masjid terdapat relief Muham mad Cheng Hoo bersama armada kapal yang digunakannya dalam mengarungi Samudera Hindia. Relief ini memiliki pesan kepada muslim Tionghoa di Indonesia pada khususnya agar tidak risih dan sombong sebagai orang Islam.
Orang Tionghoa masuk Islam bukan merupakan hal yang luar biasa, tetapi merupakan hal yang biasa karena pada 600 tahun yang lalu, terdapat seorang Laksamana beragama Islam yang taat bernama Muhammad Cheng Hoo dan beliau telah turut mensyi'arkan agama Islam di tanah Indonesia pada jaman itu.
Beliau adalah utusan Raja Dinasti Ming yang menjalani kunjungan ke Asia sebagai "Utusan/Duta Perdamaian" Sebagai seorang bahariawan dan Laksamana, Muhammad Cheng Hoo berhasil mengelilingi dunia selama 7 kali berturut-turut dan menjalin hubungan perdagangan dengan negara-negara yang dikunjunginya termasuk diantaranya adalah bersilaturahmi mengunjungi Kerajaan Majapahit untuk menjalin hubungan perdagangan.
Barang-barang yang dibawanya yakni sutra, keramik, obat-obatan dan teh. Oleh sejarah perjalanan itu dikenal sebagai perjalanan/perdagangan sutera.
Guna mempererat hubungan dengan Kerajaan Majapahit, diberikanlah Puteri Campa untuk dipersunting oleh Raja Majapahit. Keturunan Puteri Campa pertama adalah Raden Patah, kemudian Sunan Ampel dan Sunan Giri (termasuk 9 Sunan atau Walisongo) yang kemudian melakukan syi'ar agama Islam di tanah Jawa.
Dalam pelayaran Muhibah yang dilakukan oleh Muhammad Cheng Hoo dapatlah diambil pelajaran oleh para penerusnya, bahwa seluruh umat hendaklah bersatu mempererat tali silaturrohim, saling menghormati sesama umat agama, tidak mencampuri urusan rumah tangga orang lain dan hidup rukun serta damai antar sesama umat.