Bangsa Indonesia baru saja memeringati Hari Pahlawan pada 10 November 2021. Namun demikian jangan melupakan perjuangannya merebut kemerdekaan Republik Indonesia dari belenggu penjajahan bangsa asing.
Perjuangan itu sejalan dengan kisah dari ibu Eka Suharwati yang begitu loyal mendampingi anaknya yang mengalami kejang, koma, kehilangan all memori, stroke jari-jari tangan kiri dan terkena tics, begitu menginspirasi ibu-ibu di tanah air, khususnya bagi orang tua yang memiliki buah hatinya yang epilepsi.
Dedikasi ibu Eka boleh dibilang sesuai dengan tema Hari Pahlawan 2021 "Pahlawanku Inspirasiku". Melalui momentum Hari Pahlawan tahun 2021 ini jadikan kepahlawanan sebagai inspirasi di setiap langkah yang penuh dengan inovasi dan daya kreasi. Setiap orang bisa menjadi pahlawan di bidang apapun, dan bahkan bisa pula memulai dengan menjadi pahlawan bagi keluarganya, termasuk mendampingi buah hatinya sakit.
Itu semua ia lakukan dengan ikhlas dan kasih sayang tanpa meminta imbalan apapun, dari manapun dan dari siapapun.
Ibu Eka Suharwati menuliskan lanjutan kisah heroiknya di media sosial Komunitas Epilepsi Indonesia (KEI). Bersama suami, ibu Eka begitu legowo kisahnya untuk dipublikasi. Menurutnya sepenggal kisah ini semoga bisa bermanfaat untuk orang lain.
"Alhamdulillah suami juga barusan mengizinkan boleh diterbitkan," sebutnya melalui pesan meta nama teranyar dari facebook.
"Pada tahun 2015 anak saya mengalami 14 kali kejang, 3 hari koma, kehilangan all memori, stroke jari-jari tangan kiri dan terkena tics (syndrom Tourens) di anggota badan sebelah kiri," tulis ibu Eka Suharwati mengenang perjuangannya.
Lanjut dia, tak ada usaha yang sia-sia, tak ada doa yang tak terkabul, jika hari ini doa itu belum terkabulkan, mungkin Allah akan kabulkan diwaktu yang tepat.
"Diberikan amanah anak istimewa diperlukan kesabaran, keihklasan dan sikap pantang menyerah, memang semua itu tak mudah serta penuh perjuangan, mari sama-sama saling menguatkan, semoga putra putri kita serta anggota keluarga kita bisa sembuh seperti sedia kala. Aamiin," ungkap bu Eka.
Menjadi pendamping bagi anak-anak yang istimewa bukanlah perkara mudah, kata Eka dibutuhkan kesabaran ekstra panjang, butuh tenaga ekstra dan tentunya iman yang kuat.
"Kita harus bisa menjadi motivator saat anak kita mulai mengeluh/mulai bosan meminum obat dengan jangka waktu yang lama, tetap memberikan semangat bahwa dengan disiplin minum obat Insya Allah akan sembuh, berikan mereka rasa yang optimis," pesan Eka optimis.
Lanjutnya, kita harus bisa menjadi guru yang mengajarkan mereka, bukan hanya ilmu pengetahuan tetapi juga agama, agar anak-anak paham dan selalu berbaik sangka pada Allah, bahwa bukan hanya mereka saja diberikan ujian sakit, bahkan Nabi Ayub pun diberikan ujian sakit lebih dahsyat.
Kita harus bisa menjadi perawat yang senantiasa stanby 24 jam merawat mereka saat anfal menghampiri. "Tak usah memperlihatkan betapa lelahnya kita, tapi perlihatkanlah bahwa kita sayang dan selalu ada untuk mereka. Kita pun harus bisa menjadi seorang psikolog untuk anak, agar mereka selalu nyaman berada disamping kita, berikan mereka edukasi bagaimana kita harus memaafkan saat hinaan, cacian, ejekan menghampiri, tidak perlu berkecil hati, tapi telanlah hinaan dan cacian seperti minum obat, pahit tetapi menguatkan. Buktikan bahwa kita kuat dan mampu melewatinya," tandas ibu Eka Suharwati.
Selanjutnya kita tak pernah tahu kapan ia akan sembuh tapi kita yakin bahwa Allah memilih kita akan titipan-Nya, sebab kita adalah orang yang istimewa. Tetap optimis dan slalu semangat, seperti halnya saya yang masih tetap berjuang sejak 2007 dikala sang buah hati berusia 11 bulan.
"Insya Allah jika ikhlas akan menjadi jalan menuju pintu syurga, itulah satu kata yang menancap dihati ketika pertama kali mengetahui diagnosa dokter spesialis anak, yang mengatakan bahwa anak menderita epilpepsi dan dia adalah amanah untukku," tutur Eka.
Memang tidak mudah, apalagi ia tergolong anak yang aktif, butuh pengawasan ekstra, kita memang harus berdamai dengan epilepsi.
Dia merupakan anak yang pantang menyerah, alhamdulillah kami pun sangat bersyukur untuk itu
Dulu, ungkapnya lari sebentar saja langsung anfal, alhamdulillah sekarang sudah bisa lari mengelilingi lapangan sepakbola.
Dulu, jika mandi keramas saja selalu gelagepan (kesulitan bernafas), sekarang jika mandi malah berlama-lama di bawah shower.
Dulu, jika mandi harus selalu air hangat, sekarang ia malah senang berendam dipantai lepas.
Dulu jika makan pedas radang tenggorokan langsung kambuh, sehingga demam dan anfal, sekarang malah senang dengan cabe ceplusan.
"Berkali-kali minta sepeda roda dua tapi karena keseimbangan yang belum dia kuasai tak pernah kami kabulkan, kami pun khawatir akan terjadi anfal, tapi siapa sangka ia justru meminjam sepeda besar temannya ketika pulang sekolah, saking senangnya bisa bersepeda roda dua ia bahkan menabung dan membeli sepeda sendiri," kenang Eka.
Ungkap Eka lanjut, pernah kita ajak ke Mandala Krida selalu menangis ingin bisa bermain sepatu roda, alhamdulillah berawal dari jatuh bangun, belajar merambat menjaga keseimbangan, ia pun mulai berseparu roda keluar rumah.
Kita tak pernah tahu apa yang akan terjadi dikemudian hari, tapi jika senantiasa optimis, Insha Allah tak ada doa ataupun usaha yang sia-sia.
"Ingat, bahwa semuanya butuh sebuah proses. Bersyukur dan sabar, bukan hanya sedetik, semenit, setahun, tapi untuk selamanya," pesan ibu Eka Suharwati yang selalu setia memantau perkembangan anaknya, meski saat ini sudah nampak hidup normal seperti anak-anak sebayanya.
Ibu Eka tetap bersyukur Alhamdulillah Wa Syukurillah, akan perkembangan anaknya.
"Selalu ada buah yang manis disetiap kesabaran, setelah berangsur-angsur membaik dosis obat anti epilepsi (OAE) diturunkan setiap bulannya. Tibalah jadwal kontrol rutin ke Rumah Sakit, sekaligus membacakan hasil EEG yang kesekian puluh kalinya, meskipun hasil EEG masih sama dengan tahun sebelumnya, tapi tetap tak mengurangi rasa syukur setelah 4 tahun tidak kejang," urainya.
Sambung ibu Eka, setelah konsultasi dengan dokter spesialis syaraf anak, akhirnya diijinkan pula untuk mengikuti vaksin Sinovak ke 1.
"Yups vaksin dilaksanakan setelah mengikuti PTS dipagi harinya," singkatnya.
Kemudian dijelaskan bahwa kesabaran itu takkan pernah terbatas, setelah mengalami ratusan kali kejang sejak 2007, hingga koma, kehilangan all memori, stroke dan tics.
"Alhamdulillah perlahan Allah senantiasa menunjukkan kebesaran dan keajaibannya. Tetap semangat, tetap sabar ya teman-teman," pesan ibu Eka.
Setidaknya, setelah membaca kisah inspiratif dari ibu Eka Suharwati dan suami, membuat hati yang gaduh menjadi teduh.