Jika sang fajar tiba mengantarkan matahari menduduki tahta. Maka matahari akan dengan gembira menyiangi desa ini. Menyinari dengan sinarnya yang hangat, bukan dengan panas yang menyengat. Matahari selalu senang mengamati penduduk desa yang rukun dan damai. Menemani mereka pergi ke ladang ketika pagi dan menambah suhu panas di alam ketika siang hari agar para penduduk tidak terlalu asik bekerja hingga lupa istirahat.
Ketika sore tiba maka sang penjaga; malaikat senja, akan menjemput raja matahari turun dari tahtanya dan mengantarkan dewi rembulan untuk menggantikan menyinari alam ketika hari menjadi gelap. Di desa ini, waktu itu, bulan selalu purnama. Terlihat membulat dan begitu cerah. Begitu terang hingga tikus di sudut sawahpun bisa terlihat. Saat itu bulan memiliki cahayanya sendiri, tak butuh bantuan matahari untuk bersinar. Bersinar begitu bulat, terang dan cantik.
Para penduduk di desa mempunyai suatu tradisi untuk menghormati dan bersyukur pada alam raya. Mereka menciptakan tari-tarian, mendendangkan musik pujian, mempersembahkan hasil bumi untuk seluruh alam. Sayangnya tidak ada puisi di sana, tidak ada syair, tidak ada sajak, bukan krena penduduk tidak menyukainya, tapi karena mereka tidak tahu apa itu puisi, apa itu sajak.
Suatu hari ketika masa panen tiba, penduduk bergembira karena hasilnya melimpah. Malamnya mereka memutuskan untuk melakukan ritual upacara persembahan. Dewi rembulan merasa senang, ia ingin memberikan hadiah untuk seluruh penduduk desa. Tanpa pikir panjang sang dewipun memberikan selendang bersulam benang emas miliknya.
Selendang itu seukuran selendang-selendang biasanya, yang membedakan adalah, motifnya yang disulam menggunakan benang emas yang diambil dari sinar raja matahari. Konon, selendang tersebut bisa membawa siapapun yang memakainya terbang ke bulan untuk bertemu dengan sang dewi. Para penduduk bersorak gembira mandapat hadiah yang begitu mewah. Para sesepuh yang mengetahui kesaktian benda itu menyuruh warga agar meletakkannya di kuil terlarang, supaya tidak dicuri dan dipakai oleh orang-orang yang jahat.
Tahun demi tahun selalu dilewati dengan bahagia oleh penduduk desa tersebut, mungkin hanya sakit dan kematian yang bisa membuat mereka bersedih. Berita mengenai keberadaan desa ini terdengar seantero negeri. Desa sukadamai, siapa orang yang tidak pernah mendengar dan tak ingin pergi kesana? Banyak orang dari penjuru negeri ingin pindah, singgah, atau hanya sekedar ingin tahu desa ini. Tapi tak seorangpun yang pergi mencari itu pernah kembali. Desas desus yang terdengar, kisah mengenai desa ini akhirnya hanyalah menjadi mitos belaka. Hanya dongeng pengantar tidur bagi si kecil. Alam sengaja menyembunyikan keberadaan desa sukadamai karena tidak ingin desa ini dirusak oleh para pendatang. Semua berjalan seperti biasa, hingga saat bencana itu tiba.