Orang tua mana yang mengharapkan anak-anaknya berperilaku jahat dan tidak memiliki rasa perikemanusiaan. Tapi profesi orang tua memang tidak ada sekolahnya, jadi ilmu yang digunakan untuk membesarkan dan mendidik anak-anak pun terbatas. Akhirnya pilihan sekolah adalah yang paling baik yang terpikirkan oleh orang tua.
Apakah ada alternatif lain selain sekolah? oh tentu, pondok pesantren misalnya, atau ini yang mungkin bisa jadi alternatif bagi para orang tua yang siap mendidik anaknya sendiri, yaitu homeschooling. Homeschooling menjadi alternatif yang sekarang mulai banyak dipilih para orang tua yang merasa kurang puas dengan sistem pendidikan yang ada di negara ini. Mulai dari biaya-biaya yang tinggi, kadang selain tidak terjangkau kantong, juga tidak terjangkau akal biayanya, selain itu juga kadang peran para guru yang kemampuannya kurang, lingkungan sekitar sekolah yang tidak layak (fisik ataupun sosialnya), dan yang terakhir yang mungkin sering menjadi pertimbangan para orang tua adalah, kurikulum pendidikan negara kita yang terkesan dipaksakan apalagi bentuk ujian-ujian nasionalnya itu sungguh menjadi momok baik untuk siswa maupun orang tua.
Homeschooling, pada dasarnya adalah mendidik anak-anak dengan konsep penerapan langsung di rumah. Tanpa kurikulum berat, hanya disesuaikan dengan kemampuan si anak agar kecerdasan kgitifnya berkembang sesuai dengan usia dan kebutuhannya. tapi jangan menganggap homeschooling itu belajar matematika dengan ditemani guru dan buku, belajar ilmu sosial dan sains dari buku-buku referensi yang digunakan di sekolah-sekolah umum. Tidak seperti itu. Homeschooling lebih banyak mendidik anak-anak dengan cara melibatkan anak pada kehidupan sosial di rumah maupun di luar dengan langsung menerapkan ilmu dibutuhkan saat itu. Seperti belajar berhitung dengan mengajak anak berbelanja sehingga anak langsung diajarkan kegunaan ilmu matematika. Atau belajar berbahasa, anak diajak ke pusat keramaian dan diaarahkan untuk mampu berkomunikasi dengan pihak lain seperti menanyakan informasi rute kereta di stasiun pada petugas stasiun dan banyak lagi.
Namun sekarang sudah begitu banyak pilihan metode homeschooling. Mungkin lebih tepat disebut semi homeschooling ya, karena banyak lembaga-lembaga pendidikan yang menyediakan metode agar anak belajar tak hanya di rumah, tapi juga diikutsertakan aktivitas di lembaga tersebut. Karena banyak orang tua yang mungkin memiliki keterbatasan wawasan sehingga kuatir tidak dapat memenuhi kebutuhan wawasan anak-anaknya.
Salah satu yang pernah saya lihat ada homeschooling alam di daerah depok. Masuk sekolah hanya 3 kali dalam seminggu, belajar tidak di dalam ruang kelas, tapi bisa di kebun, di saung, atau di pinggir kolam. Belajar tentang alam, berkreasi, panduan belajar melalui internet. Muridnya ada yang bisa mencapai kurikulum SMP hanya dalam 1 tahun, maka dia sudah boleh ikut ujian paket untuk mendapat ijazah SMP, tapi ada juga yang lebih dari 3 tahun, tapi tentunya anak tidak dipaksakan harus lulus dalam kurun tertentu, diarahkan saja agar perkembangan wawasan dan kognitifnya semakin baik setiap bulannya.
Rasanya tidak ada salahnya kita mulai berpikir untuk menggunakan alternatif pendidikan anak-anak kita. Karena sepenuhnya tanggung jawab mendidik anak-anak adalah ada di tangan orang tuanya. Jangan hanya mengandalkan sekolah saja, ilmu sains, sosial mungkin bisa didapat banyak dari buku-buku yang disediakan sekolah, tapi ilmu untuk mnjadi manusia yang berudi pekerti luhur dan berakhlak mulia, belum tentu para guru atau buku-buku yang ada bisa memenuhi kebutuhan itu.
Anak-anak adalah model mini orang tuanya, maka segala keteladanan orang tua adalah awal dari keberhasilan pendidikan. Mari rangkul kembali anak-anak kita.