Pertama, Papa dan Mama.
Papaku orangnya sederhana, pekerja keras, dan humoris. Papa juga tidak terlalu tampan. Tapi menurutku Papa sangat pintar. Atau paling tidak Papa selalu kelihatan sangat pintar. Saking rajinnya bekerja, Papa hanya sedikit punya waktu untukku. Sedangkan Mama, orangnya sangat cantik. Aku saja kalah cantik sama Mama. Tapi Mama kurang pintar. Padahal kata Ibu guru, seharusnya Mama-mama di dunia harus pintar. Karena merekalah guru yang pertama kali bagi anak-anaknya.
Kalau Papa sangat rajin bekerja, Mama tipikal ibu rumah tangga yang pasif. Waktu Mama sehari-hari dihabiskan untuk menonton sinetron. Begitu juga mbak-mbak pengasuhku. Mereka sepertinya dilahirkan untuk menonton sinetron-sinetron cengeng yang tidak masuk akal. Sehingga kalau berdoa, aku selalu mengganti kata syaiton dengan kata sinetron. Sehingga do’anya menjadi begini : Aku berlindung kepada Allah dari godaan sinetron yang terkutuk. Aku rasa Tuhan tidak akan marah mendengar do’aku. Sebab pasti Tuhan pun sangat membenci sinetron-sinetron Indonesia.
O, ya aku sampai saat ini belum bisa ngomong. Apalagi menulis dan membaca. Aku pernah dibawa ke dokter oleh Papa dan Mama. Kata dokter, aku menderita autis, atau apa gitu. Papa dan Mama jadi sedih, sedangkan aku tidak terlalu mempermasalahkannya. Bukannya aku tidak tahu, tapi bagiku, merekalah yang tidak bisa memahamiku ,walaupun pasti mereka amat mencintaiku.. Dalam posisi ini, aku mencintai Papa dan Mama sepenuh hati sehingga suatu hari nanti mereka akan bangga pernah melahirkan aku.
Kedua, Ibu Guruku.
Ibu Guruku namanya Inaka. Lengkapnya Inaka Rachmatina. Cantik sekali, mirip putri Aiko cucu kaisar Akihito. Kalau Papa dan Mama kurang mengerti aku, Ibu Guruku sedikit banyak sangat memahami aku. Menurut ibu Guru, aku tidak menderita autis. Hanya aku dominan otak kanan. Mungkin kanan sekali ya?. Katanya, di dalam diriku tersimpan potensi yang luar biasa. Aku akan menjadi orang hebat, maestro atau apalah,kalau aku dididik oleh orang yang memahami fitrah anak. Bahwa setiap anak dilahirkan berbeda, dan memerlukan penanganan yang berbeda pula.
Ibu Guru tidak pernah mengajariku membaca dan menulis dan berhitung. Sebab anak-anak seusiaku sebetulnya belum seharusnya diajari hal-hal memberatkan semacam itu. Sekarang aku belajar hal-hal sederhana yang kelak akan amalkan di kemudian hari. Seperti bisa memaafkan, bekerja sama, tolong menolong, saling berbagi, jujur, bisa bersabar, saling menghargai, pantang menyerah dan macam-macam akhlak yang bagus. Oya, aku juga belajar membuat es krim, berenang, dan memasak. Yang paling aku sukai adalah membuat es krim. Mungkin kelak aku akan menjadi pengusaha es krim, dan kalian akan aku bagi es krim satu persatu. Atau mungkin aku bias jadi pembuat film berkualitas yang mencerahkan dan merubah dunia.
Ibu Guru sangat baik. Ketika sekolah lain menolak aku, ibu guru menerimaku dengan tangan terbuka. Dalam posisi ini, aku mencintai Ibu Guru sungguh-sungguh, sehingga kelak aku bisa membalas kebaikannya, dan aku berdo’a semoga Allah juga membalas kebaikannya. Amin.
Ketiga, Bonekaku.
Aku mempunyai boneka mirip seperti yang dipunyai seorang lelaki konyol bermata lebar yang aku lihat di televisi. Kata Mama nama lelaki itu Mister Bean dan boneka beruang berwarna coklat itu namanya Teddy. Tapi aku rasa di dunia ini ada jutaan nama Teddy untuk boneka beruang seperti punyaku ini. Sehingga aku perlu memberinya nama. Kunamai boneka ini Spirou, kedengarannya seperti nama tokoh komik Prancis ya? Tapi percayalah, itu bahasa Jin. aku menemukan nama itu dari ucapan Jin yang kulihat di iklan televisi. Jin yang berpakaian Jawa itu bertanya kepada seorang manusia. Begini pertanyaannya : “Wani Spirou?”. Aku langsung jatuh cinta pada nama itu.
Kini Spirou menemani hari-hariku. Kalau bermain dengan anak-anak lain terasa begitu rumit, dengan Spirou segalanya tampak sederhana dan menyenangkan. Ia bisa aku perlakukan sekehendak hatiku. Aku dandanin semauku, mendengar semua ocehanku, khayalan-khayalanku, juga mimpi-mimpiku. Ia tidak pernah nyinyir atau cengeng, juga tidak pernah sakit. Ia setia menemani aku sekolah, tidur, bahkan ketika aku mandi. Spirou bagiku hanya sebagai teman yang menyenangkan tanpa aku mengabaikan teman-teman sekelasku dan teman-teman sepermainanku. Maksudku. Spirou rela menerimaku dengan sepenuh hati, seperti Ibu Guruku, juga Papa mamaku,
Menyenangkan sekali seandainya dunia juga menerimaku seperti mereka menerimaku. Aku akan buat sesuatu kelak. Aku akan menjadi maestro. Mungkin aku menjadi seniman, atau ilmuwan atau apalah, yang jelas Tuhan menciptaku dengan sesempurna-sempurnanya bentuk dan sesempurna-sempurnanya penciptaan. Tidak ada yang salah denganku. Dan aku percaya sangat sedikit manusia yang memahami ciptaa-Nya, begitu juga ajaran-Nya. Dalam posisi ini, aku memakluminya sepenuh hati, seperti Spirou memaklumiku.