Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi

Bayar Tol (Catatan Tukang Cetak # 1)

17 September 2010   08:12 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:11 147 0
Sore, di depan mesin cetak merk Gestetner yang sedang aku jalankan. Master cetakan menumpuk. Kertas menumpuk. Menunggu giliran untuk dicetak.
“Mas, punya saya bisa jadi lebih cepat?”
“Maaf mas, harus antri” jawabku sambil mengontrol hasil cetakan
“Nggak bisa di selipin, gitu?”
“Bisa sih, tapi harus bayar tol” jawabku dingin
“Oke, sebelum maghrib jadi ya, nih mas buat uang rokok” katanya sambil menyerahkan selembar uang berwarna hijau. Mataku jadi hijau. Pasti kawan tahu kan? Berapa rupiah nilai nominal uang itu?
Kemudian orang-orang yang sudah tidak sabar berebut ingin lebih didahulukan. Bayar tol tentu saja. Ada yang pakai uang hijau, ungu kemerahan, coklat, juga beberapa lembar uang biru. Mataku jadi gelap. Maksudku, gelap mata. Sebab mataku bukan cuma jadi hijau karena ada ungu,merah,coklatjuga biru.
Alih-alih lancar, karena semua lewat tol, malah macet. Mesinku macet, otakku lebih macet. Sepanjang sepuluh kilometer, macam antrean kendaraan mudik. Arghhhhhhhhhhhhh…..

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun