Istilah ini baru aku tahu belakangan ini. Padahal aku sudah menjumpainya bertahun –tahun. Sejak kecil, aku sudah bergaul dengan orang-orang macam begini. Rambut cepak, badan di buat tegap. Sering memakai kaos ketat. Supaya tampak otot-ototnya. Tapi yang membuat aku tidak tahan adalah, kecenderungan mereka untuk memakai atribut tentara. Ada yang begitu cintanya pada kaos hijau tentara, sampai-sampai menerapkan manajemen paling primitif. Yakni, Mbah Ringgo. Kawan kamu tahu apa itu Mbah Ringgo? Baiklah aku jelaskan. Manajemen ini telah aku terapkan bertahun-tahun lalu. Dulu, sewaktu kecil, keluargaku termasuk golongan proletar. Bukan bermaksud berpolitik, aku hanya tidak ingin menggunakan kata-kata miskin. Kesannya nelongso dan negatif sekali bukan?. Setiap lebaran, orangtuaku hanya sanggup membelikan sepotong baju dan celana. Sementara teman-temanku paling tidak mempunyai dua pasang baju celana. Strategi yang ibuku gunakan adalah, cuci,kering pakai. Kumbah, Garing Dienggo. Supaya aku bisa berpuas menikmati baju baru. Ternyata cara ini masih dipakai penganut paham Army Wanna be golongan proletar sampai kini.