Dulu, saat saya masih kecil, bahkan sampai 3 hari setelah sholat ied, takbir masih berkumandang di setiap surau di jam-jam sesudah adzan. Dulu, selepas sholat ied, jalanan begitu ramai, karena kami saling berkunjung tak hanya ke sanak family melainkan ke seluruh tetangga juga saling berkunjung, bahkan sampai lebaran hari keempat, jalanan masih ramai oleh lalu lalang orang yang bersilaturohim. Saya bersama teman-teman sekolah berdondong-bondong bersepeda ria mengunjungi satu-persatu guru-guru kami. Dari mulai guru-guru sekolah dasar hingga guru mengaji kami. Hal ini tentu menjadi rasa yang membahagiakan bagi kami selaku siswa karena saat berkunjung ke guru pada moment seperti itu, yang ada hanyalah kedekatan siswa sebagai anak dan guru sebagai orang tua. Sang guru pun tentunya senang menerima kehadiran anak-anak didiknya karena itu artinya anak-anak didiknya menghargai dan menghormati serta menyayanginya. Esensi lebaran benar-benar sangat berarti dalam hati. Lebaran benar-benar menjadi moment yang dinanti untuk berbagi dan memperkuat tali serta penegasan rasa hormat dari anak terhadap orang tua, dai yang muda ke yang tua, dan dari murid ke gurunya. Dengan demikian, lebaran tak sekedar merayakan kemenangan atas puasa melainkan benar-benar menjadi moment yang mampu melebur semua salah baik terhadap orang tua dan sanak keluarga, terhadap tetangga, serta terhadap guru sebagai orang tua kedua.
walaupun demikian, apapun yang terjadi, tetap dari hari lubuk hati, saya mengucapkan minal aidin walfaidin, mohon maaf lahir dan batin.. Semoga kita benar-benar bisa memanfaatkan moment lebaran untuk membenahi silaturohim baik dengan keluarga dekat, sanak famili, tetangga kanan kiri, serta mendapat keikhlasan dari semua guru-guru kita dengan lebih menghormati mereka.