yang menemukan harkat dan martabatnya kembali
pada sebongkah batu bata yang kami genggam di tangan masing-masing.
Lalu setiap orang bergotong-royong membangun sebuah rumah
dengan menyusun batu bata demi batu bata itu.
Luar biasa!
Setiap kali seorang datang membawa dan menyusun batu bata miliknya
semakin sempurnalah bentuk rumah itu.
Namun masalah baru hadir
saat rumah itu sudah paripurna.
Siapa yang akan menjadi pemilik rumah tersebut?
Setiap orang mengarahkan telunjuk ke dadanya masing-masing.
Tidak ada yang mau mengalah.
Suasana semakin panas.
Dari yang semula hanya adu kata-kata, kini sudah adu jotos.
Semua orang berkelahi melawan semua orang.
Kami hanya sekumpulan rakyat jelata
yang tenggelam dalam kepulan debu dan riuh suara perkelahian.
Sebuah pukulan telak menghantam kepalaku keras-keras.
Dunia menggelap dan ....
Aku pun terbangun dari tidur.
Ah, hanya mimpi ternyata.
Saat menjerang air untuk menyeduh kopi
aku terkejut.
Ada rongga di dinding dapur karena sebuah bata telah hilang dari tempatnya.
Apakah gara-gara mimpi barusan?
Aku pun jadi takut untuk tidur malam nanti.
Takut kembali bermimpi membangun rumah
dan setiap kali terbangun
tahu-tahu batu bata demi batu bata rumah menghilang
entah ke mana.