Mohon tunggu...
KOMENTAR
Money

Belajar Dari Satya Nadella, Bos Baru Microsoft

7 Februari 2014   11:48 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:04 463 6

Kepemimpinan adalah konsep yang sering didengung-dengungkan oleh para cerdik pandai. Kepemimpinan dan segala aksesorisnya dibicarakan dimana-mana mulai dari ruang meeting para manajemen puncak perusahaan multinasional sampai ke ruang seminar lembaga keuangan mikro. Dibicarakan para petinggi negara sampai petani-petani dalam kelompok usaha. Definisi kepemimpinan pun menjadi begitu relatif. Saking luasnya,  setiap orang bisa jadi memberikan definisi yang berbeda tergantung dari latar belakang orang tersebut.

Mungkin cara paling mudah untuk menarik definisi kepemimpinan itu dari awang-awang sampai ke bumi yang kita pijaki adalah memberi contoh yang eksplisit. Definisi berguna untuk mengisi diktat dan buku literatur, sedangkan contoh berguna untuk membantu kita memahami konsep tersebut.

Belum lama ini raksasa teknologi Microsoft memiliki bos baru. Orang nomor satu di Microsoft itu adalah Satya Nadella, pria kelahiran Hyderabad, India tahun 1967. CEO ketiga Microsoft ini (sebelumnya dijabat Bill Gates dan Steve Ballmer) dikenal sebagai seorang yang cukup low profile. Tapi dibalik kerendahan hatinya, sesungguhnya Nadella memiliki paket lengkap seorang pemimpin.  Mampu mengamalkan nilai-nilai yang dianutnya, mampu menjadi inspirator, memiliki pandangan jauh ke depan, menjadi ekspert di bidangnya, selalu berusaha mengembangkan kapasitasnya dan sejumlah karakter positif lain..

Nah, mari kita jepret sebagian karakter positif Satya Nadella yang membuatnya dipercaya memimpin organisasi semasif Microsoft itu.

Visioner

Kapten kapal memiliki peran sentral pada sebuah kapal yang berlayar di tengah samudra. Kapten harus menentukan tujuan kapal tersebut yang akan menjadi panduan arah pelayaran. Tanpa tujuan yang jelas, kapal tersebut akan berlayar tanpa arah, bahkan membahayakan eksistensi kapal itu sendiri.

Demikian pula seorang pemimpin. Dia harus memiliki dan menjadikan visi sebagai credo yang menjadi “ruh” dari tindak tanduknya, baik itu itu visi organisasi, maupun visi pribadi.

Kegigihan Nadella menggenggam visinya paling nampak pada kesetiaannya memberi kontribusi pada Microsoft.  Perjalanan karirnya telah mencapai angka 22 tahun, dimulai dari staf biasa sampai menduduki posisi puncak pada manajemen Microsoft. Di balik gonjang-ganjing yang menimpa perusahaan akibat manuver-manuver kompetitornya seperti Apple dengan produk i-nya dan Google dengan gudang aplikasinya, Nadella punya visi sendiri. Dia meyakini bahwa masa depan Microsoft terletak pada software dan Cloud. Kedua bidang tersebut sangat dikuasainya.

Visi ini pulalah yang memberi “hati” pada ambisi seorang pemimpin. Dalam hal ini, Nadella punya prinsip sendiri.  "Industri kami tidak menghargai tradisi - hanya menghargai inovasi. Masa depan untuk Microsoft masih sangat luas, namun untuk merebutnya, kami harus bergerak cepat, fokus dan terus berubah. Saya melihat sebagian besar pekerjaan saya adalah mempercepat kemampuan kami untuk menghantarkan produk inovatif kepada pelanggan dengan lebih cepat," ujarnya sebagaimana dikutip website Microsoft.

Motivator

Seorang pemimpin harus mampu membuat pengikutnya ikut mengamini nilai-nilai organisasi sehingga mereka tergerak untuk bekerja berdasarkan nilai-nilai tersebut. Seni memimpin adalah bagaimana membuat orang-orang bekerja bersinergi  untuk mencapai tujuan organisasi tanpa merasa terintimidasi. Jika ini terpenuhi, maka pemimpin tersebut telah berhasil menjadi motivator, bukan diktator.

Sejak kecil, Nadella gemar bermain kriket. Dia mengatakan olahraga favoritnya itu ikut membantu menanamkan nilai-nilai kerjasama tim sejak dia kecil. Ini membuatnya sungguh-sungguh memahami bagaimana sinergisitas mampu membuat sebuah tim menjadi juara.

Beberapa saat setelah terpilih Nadella langsung mengirimkan e-mail kepada seluruh karyawannya "Hari ini saya amat merasa bersyukur. Sama seperti kalian, saya datang ke sini karena saya percaya bahwa Microsoft adalah perusahaan terbaik di dunia. Saya melihat bagaimana kita sudah memberikan kekuatan pada masyarakat dengan apa yang kita ciptakan. Untuk dunia yang lebih baik,” tulisnya. Ini adalah pendekatan yang positif untuk membangun atmosfir kerja sama yang baik di dalam organisasi.

Nadella berhasil membidik keunggulan-keunggulan Microsoft guna membakar semangat orang-orang yang dipimpinnya.  Mengenai ini Nadella berkata bahwa banyak perusahaan bercita-cita ingin mengubah dunia. Tapi hanya beberapa yang memiliki elemen-elemen yang dibutuhkan untuk itu: Bakat, Sumber Daya, dan Kegigihan, dan Microsoft memiliki ketiganya.

Pada akhirnya memang struktur manajemen hanya akan jadi simbol formal saja. Keberhasilan suatu tim atau organisasi tergantung pada bagaimana orang-orang di dalamnya bekerja sama sebagai partner sesuai dengan kapasitas masing-masing.

Expert-Pembelajar

Pemimpin adalah orang-orang yang berpikir global sekaligus berpikir detail. Untuk menyeimbangkan keduanya, seorang pemimpin harus memiliki usaha terus menerus untuk meng-upgrade dirinya. Dalam bahasa sederhana seorang pemimpin harus menjadi seorang pembelajar.

Nadella adalah seorang sarjana Teknik Elektro dari Universitas Mangalore India. Namun dia tidak puas sampai disitu. Dia lanjut menuntut ilmu hingga memperoleh gelar master Ilmu Komputer dari Universitas Wisconsin kemudian dia juga menggondol gelar master Administrasi Bisnis dari Universitas Chicago.

Punya sederet gelar akademis pun tidak lantas memuaskan dahaga keilmuannya.  Nadella mengatakan dia mampu belajar dari siapapun dan dari tempat apapun. Dia suka belajar hal-hal baru, bahkan dia seorang penyuka puisi. Dia seringkali “mencuri” waktunya yang masih tersisa di pagi hari untuk mengikuti kursus on-line. Walaupun itu hanya berdurasi 15 menit. Kadang-kadang materi kursusnya pun agak tidak nyambung dengan kesehariannya seperti kelas neuroscience dan semacamnya.  Dalam “kegilaan”nya belajar itu  dia sampai kadang bertanya pada dirinya sendiri,  “Untuk apa saya mengambil kursus-kursus itu? Tapi saya suka.”

Nadella pertama kali bergabung dalam Microsoft saat dia sedang bergelut dengan kuliah master Administrasi Bisnis-nya. Saat itu Microsoft membutuhkan staf yang memahami UNIX dan Sistem Operasi 32-bit karena mereka sedang membangun Sistem Operasi Windows NT. Saat tawaran dari Microsoft itu datang dia langsung menyambarnya, kendati harus membagi waktu dengan perkuliahannya. Akhirnya setiap Jumat malam dia harus terbang ke Chicago untuk menghadiri kelas Sabtu, lalu kembali ke Redmont untuk bekerja selama seminggu. Perjuangan itu dilakoninya selama kurang lebih dua setengah tahun sampai dia benar-benar menyelesaikan gelar masternya.

Kegigihannya sebagai seorang pembelajar tersebut membuahkan hasil manis sepanjang karirnya. Dia beberapa kali menempati kursi-kursi penting manajemen sampai menjadi wakil Presiden Divisi Clouds, posisi terakhir sebelum dia diangkat jadi CEO.

Sebagian besar unsur pembentuk kepemimpinan adalah softskill. Namun untuk membuat kepemimpinan itu lebih “merakyat”, hardskill juga mutlak dibutuhkan. Nadella telah memberi contoh bagaimana menyeimbangkan keduanya dalam kehidupannya selama ini.

Sekali lagi, kepemimpinan itu hanyalah sebuah konsep. Kepemimpinan menjadi faktual begitu diaplikasikan ke dalam sendi-sendi kehidupan kita. Kepemimpinan bukan cuma milik para CEO, pejabat teras atau elite politik saja. Pada dasarnya siapapun bisa mempraktekkan nilai-nilai yang terkandung di dalam kepemimpinan itu. Mungkin Satya Nadella bisa menjadi salah satu figur yang bisa dijadikan contoh. (PG)

Referensi:

Website Microsoft

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun