Pencapresan Jokowi oleh PDIP adalah berita yang berpengaruh besar bagi peta perpolitikan negara kita, termasuk juga peta pemerintahannya . Jika mantan walikota Solo ini benar-bener terpilih sebagai Presiden, maka Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok akan menggantikan posisinya sekarang sebagai orang nomor 1 di Propinsi DKI Jakarta. Sebuah peristiwa yang tidak biasa terjadi di tanah air dan pasti membuat banyak orang langsung ketar-ketir. Belum terjadi pun reaksi keras sudah datang dari ormas seperti FPI, bagaimana jika benar-benar terjadi? Tapi kita tidak usah membahas terlalu jauh masalah itu.
Kita berandai-andai saja Ahok benar-benar menjadi gubernur DKI. Jika itu terjadi, maka wakil gubernur yang mendampinginya harus benar-benar mampu menjadi penyeimbang karakter Ahok yang meledak-ledak. Bicara kepemimpinan, kita boleh kasih nilai plus pada Ahok. Tapi gaya kepemimpinannya itu yang tidak pas untuk sebagian orang.
Ahok adalah seorang Koleris-Sanguinis, perpaduan dua karakter ekstrovert. Jadi tidak usah heran, Ahok sosok yang tendensius, berapi-api, blak-blakan, kadang terlihat seperti orang yang gemar bikin sensasi dan selalu jadi pusat perhatian di setiap kehadirannya . Sudah seperti itulah ciri khas seorang Koleris yang sekaligus Sanguinis.
Oleh karena itu detik.com belum lama ini menurunkan berita kalau ketua Apindo Sofjan Wanandi mewakili Apindo berharap Ahok nantinya jika benar-benar menduduki kursi Gubernur DKI bisa lebih mawas diri dan lebih santun. Jangan suka marah-marah saja. Pesan yang masuk akal. Sebagai orang nomor satu, porsi sorotan media dan opini publik yang dibentuk pasti lebih besar dibanding ketika dia masih menjabat sebagai Wagub.
Masalah berikutnya adalah mencari sosok yang tepat untuk menjadi Wagub sebagai pendampingnya. Agar sifat ekstrovert-nya bisa dinetralisir, baiknya Ahok didampingi oleh pemimpin yang lebih introvert, memiliki kepribadian dominan Plegmatis atau Melankolis. Tapi sosok Plegmatis yang adem ayem dan cenderung “bergerak” dengan mode slow motion bakalan butuh upaya ekstra untuk mengimbangi seorang Koleris yang memuja deadline dan selalu bergerak cepat dan tepat. Jokowi sebenarnya memiliki kepribadian Plegmatis, tapi saat ini dia berada pada posisi lebih tinggi dari Ahok, sehingga memainkan porsi kepemimpinan yang lebih besar pula. Jadi dalam hal ini, Ahok -lah yang mesti mengimbangi gaya kepemimpinan Jokowi. Sementara jika Ahok nanti yang akan menjadi pemimpin utama, pasangan duetnya-lah yang harus mengimbangi gerak kepemimpinannya.
Jadi rasanya yang lebih tepat mendampingi Ahok adalah sosok yang memiliki kepribadian dominan Melankolis. Diantara deretan nama-nama yang berpotensi menjadi Wakil Gubernur nantinya sebagaimana dirilis liputan6.com, ada nama Tri Rismaharini yang punya kepribadian khas Melankolis ini. Kolaborasi keduanya bisa jadi kombinasi yang menarik. Hanya saja Risma mesti terbiasa dengan karakter blak-blakan dan ceplas-ceplos ala Sanguinis, yang sangat berseberangan dengan karakter Melankolis yang suka memikirkan sesuatunya secara mendalam. Begitu pula dengan karakter “tidak tegaan” ciri khas Koleris, yang kadang ditunjukan Ahok, sementara Risma adalah sosok yang sensitif, karakter tulen Melankolis. Untunglah kedua kepribadian memiliki persamaan pada beberapa sifat penting yang dapat membuat keduanya lebih kompak. Koleris dan Melankolis memiliki kelebihan pada cara berpikir mereka yang sangat sistematis, bisa diandalkan menangani hal-hal detail dan visioner.
Nama lain seperti Rieke Dyah Pitaloka, juga bisa diperhitungkan. Hanya saja untuk membuat analisisnya agak susah karena Rieke berangkat dari dunia entertainment, dunia yang memaksa sesorang menyamarkan kepribadian asalnya. Rieke adalah wanita yang cerdas, alur berpikirnya cukup tajam menyikapi isu-isu sentral menyangkut wong cilik. Sifat seperti itu cenderung dimiliki seorang Melankolis. Tapi kadang saya melihat gesture Sanguinis saat dia berada di depan sorotan media (Sanguinis itu memang diciptakan Tuhan untuk menjadi selebritis, alias pusat perhatian). Tapi di lain waktu, melihat ketegasan dan mendengar ambisi-ambisinya, Rieke juga bisa jadi memiliki karakter Koleris, walaupun karakter ini memang bisa terpupuk dengan baik pada orang-orang yang lama berkecimpung dalam dunia kepemimpinan.
Manfaat karakter Sanguinis yang dimilikinya adalah Ahok bisa lebih feel free dan “cuek bebek” menyikapi opini negatif yang datang dari pihak-pihak disekitarnya. Ini tantangan yang pasti terjadi seandainya Jokowi benar-benar jadi presiden dan Ahok menerima tampuk kepemimpinan DKI. Saat itu terjadi, pasangan duetnyalah yang akan memainkan peran penting terhadap pencitraan pemerintahan DKI yang baru.