Apa kabar Kompasianer tercinta? Semoga anda dalam keadaan sehat dan berbahagia. Mari kita lanjutkan pembahasan kita mengenai aksara Jawa. Dalam tulisan yang lalu saya sudah memberi contoh cara penulisan aksara murda dan aksara swara. Lalu sebagai penutupnya saya memberi contoh penulisan aksara Jawa dalam sebuah bait dari
Serat Wedhatama (pupuh I, bait I). Saya juga menyebutkan mengenai "judul" pupuh, yaitu Sekar Macapat
Pangkur yang diapit oleh
purwapada. Kali ini saya akan menyampaikan beberapa hal mengenai
purwapada,
madyapada, dan
wasanapada. Bila anda menulis kalimat biasa dalam satu alinea menggunakan aksara Jawa, umumnya diawali dengan
adêg-adêg dan diakhiri dengan pada
lungsi.
Adêg-adêg berfungsi sebagai pembuka kalimat, sedangkan
pada lungsi berfungsi sebagai penutup kalimat atau titik. Nah,
purwapada memiliki fungsi yang hampir sama dengan
adêg-adêg, hanya saja penggunaannya pada kidung atau tembang.
Purwapada mengawali sebuah pupuh,
madyapada dituliskan pada awal pupuh-pupuh di antara pupuh awal dan pupuh akhir,
wasanapada dituliskan pada akhir pupuh. Beginilah wujud dari
purwapada,
madyapada, dan
wasanapada:
KEMBALI KE ARTIKEL