oleh Phalosa Aini pada 9 Januari 2012 pukul 10:24 ·
Marry with me
oleh phalosa aini
“Maafkan aku Nad, aku tidak bisa melanjutkan hubungan kita,” ujarmu di seberang telfon.
Kata – kata itu seakan menghentikan denyut jantungku. Hingga kini masih terngiang di telinga. Menghantui setiap jengkal langkahku. Aku semakin tersiksa. Andai waktu bisa kuputar ke masa silam. Andai aku tidak pernah kenal dengan dia. Ah… Steven. Orang yang kusayang beberapa tahun ini. Mendadak mengakhiri kisah cintanya denganku. Tiada angin tiada hujan semuanya terjadi secara tiba-tiba.
Aku tidak habis pikir kenapa ini terjadi. Janji untuk menikahiku akhir tahun ini pupus. Hilang diterbangkan angin seiring menghilangnya dia dari kehidupanku.
“Sudahlah Nad, kamu nggak boleh larut dengan keadaan ini. Mulai sekarang kamu harus bisa menghapus semua kenanganmu bersama dia,” ujar Ewild menyemangatiku.
“Tapi aku tidak percaya ini terjadi Wild. Memutuskan hubungan ini. Semudah itukah dia melupakan janjinya? Semudah itukah Wild?”
Wild merangkul pundakku.
“Kamu harus bangkit Nad, aku yakin kamu bisa menemukan seseorang yang sangat menyayangi kamu. Percaya padaku!”
Ewild mencoba menenangkanku.
“Tapi aku tidak yakin Wild, aku tidak lagi percaya dengan cinta.”
“Kamu bukannya tidak percaya Nad, tapi…”
Kalimat Ewild menggantung.
“Tapi apa Wild?”
“Kamu tidak pernah peka Nad.”
“Maksud kamu?”
“Ya, kamu tidak pernah peka dengan perasaan orang yang menyayangimu dengan tulus, kamu hanya memikirkan bagaimana kamu mencinta tanpa menyadari apakah kamu dicinta atau tidak.”
“Aku tidak mengerti arah pembicaraanmu Wild.”
“Haruskah aku memperjelas semua ini Nad? Tidakkah kamu sadar bahwa ada orang yang begitu menyayangi kamu selama ini tanpa mengharapkan balasan? Yang peduli dengan semua kesahmu… tidakkah kamu tahu Nad?”
Suara Ewild tertahan.
“Apa? Aku tidak pernah mengetahuinya Wild? Siapa dia Wild? Siapa?” Aku mengguncang tubuh Ewild meminta jawaban.
“Dia… dia…”
“Dia siapa Wild? Aku ingin tahu siapa orangnya.”
“Orang itu, yang kamu tanya sekarang Nad?”
Ewild tertunduk.
“Apa?”
“Maafkan aku Nad, aku sungguh tidak bisa menahan perasaanku padamu. Selama ini aku selalu berpikir aku tidak pantas mendapatkanmu. Tapi sekarang aku lega Nad, beban itu telah terangkat dari jiwaku. Sekarang terserah kamu Nad, aku tidak memaksa agar kamu punya rasa yang sama untukku. Atau kemungkinan terburuk kamu membenciku selamanya. Aku siap Nad.”
“Cukup Wild, sekarang aku sadar cinta dan sayang bukanlah sekedar kata – kata. Tetapi cinta adalah bagaimana menyayangi dengan tulus. Dan kamu telah membuktikan ketulusan itu. Maafkan aku yang telah mengabaikan perasaan kamu Wild.”
“Jadi kamu tidak marah kepadaku?”
“Ya, aku marah!”
“Nad???”
“Aku marah kenapa kamu tidak bilang dari dulu, kenapa kamu membiarkan aku menyayangi orang lain! Kenapa hah???”
“Maafkan aku Nad, kamu boleh menghukum aku atas kesalahan ini.”
“Ya, kamu memang pantas dihukum. Wajib.”
“Apapun itu aku akan memenuhinya.”
“Janji???”
“Ya, aku janji.”
“Temani aku hingga ujung usia!!!”
“Maksud kamu?”
“Ah dasar lemot. Menikahlah denganku Ewild. Temani aku hingga penghujung usiamu.”
“Aku tidak salah dengar Nad?”
“Nggak Wild, kecuali pendengaranmu bermasalah.”
“hehe…”
Ewild merangkulku.
Aku janji, ucapnya lirih.
Akhirnya luka itu telah menemukan obatnya.
Batusangkar, 6 Jan 2012. 1.25 WIB
(460 kata, tidak termasuk judul, waktu dan tempat)