Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Hari Wisuda: Terima Kasih Ayah

22 Agustus 2010   16:07 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:48 184 0

“Kalian Harus sekolah, Jangan seperti Ayah”. (Thamrin Harahap)

Rasanya, aku baru kemarin menolak permintaan ibuku untuk tidak kuliah ke luar Kota Medan. Aku menolak keras apa yang diinginkan, bahkan aku tertawa ketika kakakku mengusulkan untuk kuliah di Universitas Medan (UNIMED). Mungkin, mereka takut aku yang dianggap nakal akan semakin bengal ketika dibiarkan hidup sendiri. Well, tidak masalah pikirku. Aku punya keinginan yang kuat untuk kuliah. Seperti saudaraku yang lain.

Atas permintaanku pada Ayah, sosok yang membuatku bertahan di Kota Bandung. Aku diijinkan kuliah di luar Medan. Aku merasa menang, diijinkan kulia keluar Kota Medan. Ibuku pun luluh, meski aku tahu rasa khawatirnya sangat besar dibandingkan dengan kerelaannya melepaskanku. Tujuh tahun telah berlalu sejak aku melihat Tangis ibuku melepaskanku dan ayahku dengan motor tuanya mengantarkanku untuk pergi ke bandara. Aku sempat meliahat Ayah tersenyum memandang kerpergianku. Sayup-sayup, paras wajah kedua orang tuaku masih kuingat ketika menyiapkan keberangkatanku ketika itu, tujuh tahun yang lalu.

Dua Hari lagi, ketika tulisan ini ditulis. Aku akan diwisuda, setelah melewati masa pendidikan tujuh tahun di Jurusan Antropologi UNPAD. Masa yang sangat lama dibandingkan ke empat saudaraku yang lain. Adikku malah sarjana lebih dahulu. Tapi, aku tidak menyesalinya. Aku merasakan cakrawala yang begitu luas ketika blajar di Jurusan Antropologi UNPAD. Meski, aku bukan tergolong orang yangmudah menangkap apa yang diajarkan semasa kuliah. Aura belajar dibangku kuliah aku rasakan begitu menakjubkan. Ya, tujuh tahun, waktu yang tidak cepat.

Aku sendiri senang menjelang hari wisuda ini. Aku beritakan kabar ini pada dua orang tuaku. Semoga mereka senang mendengar aku bisa menyelesaikan masa study dengan tempo waktu yang pasti mereka tidak inginkan. Sungguh, aku begitu banyak merepotkan kedua orang tua. Biaya hidupku tentu tidak murah. Sayang sekali mereka tidak bisa datang ke Kota Bandung. Aku menelpon berkali-kali untuk meyakinkan mereka bahwa tidak akan masalah, kalau mereka tidak bisa datang. Walau sejujurnya, aku ingin mereka hadir seperti menghadiri wisuda saudaraku yang laian. Seiring waktu, aku juga sadar bukan anak kecil yang mengharapkan mereka ada disampingku untuk langsung datang ke Gedung Grha Sanusi UNPAD.

Tujuh tahun sudah, aku memenuhi harapan kedua orang tuaku. Terutama, ayahku yang terus melangkahkan kaki dan menggunakan raganya untuk menyiapkan biaya untuk biaya kuliah anak-anaknya. Aku tahu dia sudah lelah bekerja. Kalau kata kakak perempuanku,” Wecome to the club”. Aku mengerti maksudnya. Aku sudah menjadi sarjana seperti mereka. Seperti keinginan besar Ayahku.

Aku begitu sadar dengan cita-cita Ayahku. Pikiranku melayang-layang pada beberapa tahun yang lalu, ketika dalam sebuah perjalanan. Ayahku begitu banyak bercerita tentang masa kecilnya sampai dia berhasil bertahan hidup dan menikah dengan ibuku di Medan. Nah, berceritalah dia tentang kehadiran anak-anaknya di dunia. Inti dari semuanya, aku mengingat kata-katanya pada bagian ini, “Kau tahu, Ayah dulu kerja belajar sendiri, pernah pula enggak digaji…., walaupun enggak sekolah. Nah, ayah pengen jangan kalian seperti ayah ini. Kalian harus sekolah”. Dia berjuang untuk kehidupan keluarga kami.

Ya, aku sudah menyelesaikan keinginan ayahku. Dua hari lagi akan wisuda, walau mereka tetap menyatakan tidak bisa datang. Tapi, Ayah dan bunda telah banyak berperan dalam pendidikanku. Untuk suatu impian yang ayah cita-citakan pula. Aku harus hidup lebih baik dibandingkan dirinya. Ayahku, Dialah pahlawan bagi pendidikan anak-anaknya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun