[caption id="" align="alignnone" width="608" caption="ilustrasi"][/caption] "Truk aja punya gandengan, masa om tidak," ucap anak kecil kepada seorang pria karena belum memiliki pasangan dalam iklan yang ditayangkan di televisi. Benar, memiliki pasangan, berumah tangga, menikah merupakan hal yang didambakan sebagian besar orang. Merupakan harapan setiap orang ketika telah tiba waktunya, untuk menjalani hidup, menghabiskan sisa umur bersama pasangan yang dicintai. Mengutip lagu Bang Haji Rhoma Irama, "hidup tanpa cinta bagai sayur tak bergaram" begitulah kata pujangga," dengan jelas mengambarkan secara naluriah manusia diciptakan Tuhan berpasang-pasangan. Dengan menikah seseorang akan mendapatkan ketenangan hidup, terjaga kehormatan diri dan tentu saja sebagai sarana reproduksi untuk menyambung garis keturunan hingga bernilai ibadah. Jika tak percaya, lihat saja pasangan yang baru menikah. Tidak dapat dibohongi kebahagiaan terpancar dari binar wajah mereka. Tangan saling mengenggam ketika berjalan, tatapan penuh kasih sayang seakan enggan berpisah. Bagi yang sudah menikah pasti akan merasakan, pada hari pertama dalam kehidupan seusai akad, dunia terasa terang benderang. Betapun kerasnya kehidupan bukan masalah besar. Seolah dunia milik mereka berdua, mengapa? karena semuanya dinikmati berdua. Hidup seperti seolah baru dimulai, sejarah keluarga baru saja disusun. Lalu berapa usia ideal seseorang untuk menikah? Di masyarakat banyak di jumpai pasangan yang masih berusia muda, tetapi sudah menikah. Sebaliknya tak jarang kita temukan pasangan yang telah matang dari secara usia, namun tak kunjung ke pelaminan. Dalam Islam seorang pria dinyatakan sudah bisa menikah ketika telah mencapai akil baligh atau memasuki masa kedewasaan berpikir. Sementara Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) menyarankan usia ideal menikah bagi pria adalah 25 tahun dan perempuan 21-25 tahun. Terlepas dari berapa usia ideal menikah hampir sebagian orang yang akan menikah dihadapkan pada dua pilihan. Menikah dulu atau mapan dulu. Pertanyaan itu wajar karena berumah tangga tidak hanya cukup dengan modal cinta. Harus diakui salah satu sumber kesenangan dan kebahagian dalam hidup adalah kepemilikan harta. Mungkin ada yang berpendapat, memulai rumah tangga dari nol, sama-sama berusaha hingga menuju tangga kesuksesan adalah sesuatu yang membahagiakan dalam hidup. Apalagi, ketika pasangan tersebut mampu melewati masa-masa sulit bersama dan akhirnya mencapai puncak kebahagiaan. Pada satu sisi pendapat tersebut dapat diterima akal dan logis. Tak perlu harus mapan dulu, cukup mampu berusaha dan memenuhi kebutuhan pokok, seorang pria sudah bisa menjadi kepala rumah tangga. Karena itu tak jarang kita jumpai mereka yang menikah dalam usia muda bahkan dini. Mengacu kepada data dilansir oleh Direktorat Bina Ketahanan Remaja BKKBN, ternyata Indonesia merupakan salah satu negara dengan angka pernikahan usia muda cukup tinggi di dunia dan peringkat kedua di ASEAN. Pada 2010 tercatat pasangan yang usia menikah dibawah usia 18 mencapai 20 persen. Lebih lanjut, ternyata provinsi dengan persentase pernikahan pada usia 15-19 tahun adalah Kalimantan Tengah mencapai 52 persen diikuti Jawa Barat sebanyak 50 persen. Pada bagian lain, ternyata berdasarkan survei yang dilakukan Fakultas Kedokteran UI di Karawang Jawa Barat ditemukan 86 persen pasangan yang menikah pada usia 12-18 tahun berakhir dengan perceraian pada lima tahun pertama. Selain itu menikah dini beresiko meningkatkan angka kematian ibu dan bayi. Tidak hanya itu, menikah dini, ternyata memiliki potensi lebih besar untuk gagal karena ketidaksiapan mental dalam menghadapi dinamika rumah tangga dan tanggung jawab atas peran masing-masing.
Generasi Berencana Lalu, ketika seseorang telah mencapai usia ideal untuk menikah, namun belum mapan secara ekonomi apa yang harus dilakukan? Tentunya hal itu akan terpulang kepada kesiapan seorang. Sebab jika harus menunggu mapan ternyata usia terus berjalan apakah akan tetap menunggu. Kuncinya adalah mempersiapkan dengan baik rencana pernikahan itu termasuk target yang hendak dicapai lengkap dengan perencanaan keuangan. Harap dibedakan siap menikah dengan ingin menikah adalah berbeda. Orang yang ingin menikah belum tentu diiringi kesiapan, sedangkan yang siap sudah pasti ingin menikah. Bagi yang siap menikah tentu sudah merencanakan dengan baik tahapan tahapan hidup yang akan dilalui, merancang rumah tempat tinggal, biaya hidup, pendidikan untuk anak dan biaya masa depan lainnya. Persiapan yang baik akan menghasilkan generasi dengan kehidupan yang berkualitas, pendidikan yang terencana, karir yang terukur serta sehat secara reproduksi.
Tiga Perencanaan Mengukur tingkat kemapanan seorang saat akan meikah tentu akan sangat subjektif karena setiap orang punya standar hidup yang berbeda. Namun setidaknya ada tujuh hal yang menjadi indikator seorang dinilai sudah siap untuk menikah.
1.Aspek Kesehatan, Ketika seseorang menikah terlalu muda mempunyai dampak negatif baik bagi ibu maupun anak yang dilahirkan. Data menunjukan perempuan berusia 10-14 tahun memiliki kemungkinan meninggal lima kali lebih besar, selama kehamilan atau melahirkan, dibandingkan dengan perempuan berusia 20-25 tahun. Sementara itu, anak yang menikah pada usia 15-19 tahun memiliki kemungkinan dua kali lebih besar. Jika seseorang menikah pada usia yang matang secara reproduksi tentu selain meminimalisir resiko juga akan menekan angka kematian ibu dan bayi.
2. Aspek ekonomi Sudah menjadi rahasia umum, sasalah perekonomian dan keuangan adalah salah satu sumber disharmoni dalam keluarga. Hampir sebagian besar masalah rumah tangga mulai dari hal-hal kecil sampai pada perceraian disebabkan oleh masalah ekonomi keluarga. Oleh sebab itu, ketika pasangan yang hendak menikah telah memiliki perencanaan keuangan yang baik maka kehidupan berkualitas akan mudah diraih.
3. Aspek Psikologis Menikah bukan selalu soal yang indah dan menyenangkan semata. Ia merupakan proses pendewasaan dan untuk memasukinya diperlukan kekuatan dan keberanian menghadapi masalah yang akan terjadi dan punya kekuatan untuk menemukan jalan keluarnya. Persiapan yang baik tentu akan menghasilkan generasi dengan kehidupan yang berkualitas, pendidikan yang terencana, karir yang terukur serta sehat secara reproduksi. Jika hari ini, setiap pasangan yang akan menikah mempersiapkan dengan baik setiap tahapan kehidupan yang akan dilalui, maka 20 kedepan Indonesia akan menjadi bangsa yang sejahtera, dengan kualitas kehidupan yang baik.
KEMBALI KE ARTIKEL