Tentu saja komentar yang paling asyik untuk dicermati adalah di media sosial karena setiap orang bebas menyampaikan pandangannya terkait kabinet yang diumumkan dengan seragam putih hitam itu.
Harap maklum mengutip ucapan Wakil Presiden Jusuf Kalla di Indonesia ini apa yang tidak dikomentari orang. "Sebagai pejabat publik kalau kita berhasil dikomentari apalagi gagal," kata Jusuf Kalla. Oleh sebab itu salah satu konsekuensi menjadi pejabat publik adalah harus siap untuk dikomentari masyarakat mulai soal yang kecil seperti warna baju hingga terkait kebijakan yang dikeluarkan.
Seperti sudah diduga sebelumnya ada sejumlah nama yang akan menjadi bahan komentar bahkan lebih ekstrem bahan buly dimedia sosial. Mereka adalah Rini Soemarno yang ditunjuk sebagai Menteri BUMN, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dan Menteri Koodinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani.
Tapi dari semua itu saya coba mengulas dua nama saja yaitu pemilik maskapai Susi Air dan anak kandung mantan presiden Megawati, Puan Maharani.
Saya pernah beberapa kali bertemu dengan Susi Pudjiasti dan kesan yang dapat ditangkap adalah ia seorang pekerja keras yang gigih dan ulet. Komentar sinis yang saya jumpai tentang Rini adalah soal pendidikannya yang katanya hanya tamat SMP. Selain itu ada juga saya temukan tulisan sinis ia memiliki tiga suami (sadis sekali dunia maya kita) dan ternyata setelah dilakukan riset online beliau pernah menikah tiga kali bukan bersuami tiga sekaligus. (semoga yang fitnah dan ikut menyebar diampuni dosanya).
Oke guys, kita bahas soal pendidikannya. Tentu saja menyandang status jadi menteri dengan ijazah SMP membuat ia jadi bahan hujatan di media sosial. Namun sudah bisa ditebak kok siapa yang membuly, tanggapan seseorang terhadap Jokowi dan kabinet mencerminkan siapa pilihan presidennya saat pilpres, jadi saya tidak perlu menjelaskan lagi, pokoknya ISIS (Ini Salah Itu Salah).
Oke mari buka mata lebar-lebar ya. Ini bukan soal membela figur atau tidak, orang yang menghujat Susi karena hanya tamat SMP sehingga tidak layak jadi menteri perlu belajar untuk tidak berpikiran picik memandang prestasi orang hanya dari tingkat pendidikan.
Setelah saya renungi wajar banyak yang protes, alasannya sederhana banyak yang capek-capek kuliah sampai tujuh tahun ikut tes CPNS malah tidak lulus-lulus. Ini orang kelewatan cuma pakai ijazah SMP malah diangkat jadi menteri atasannya para PNS.
Maaf kata (jangan tersinggung ) betapa banyak mereka yang sudah sarjana hari ini selepas wisuda menenteng ijazah S1 hilir mudik mencari kerja kesana kemari. Ingat SARJANA ya tidak salah tulis. Sementara, tahukah Susi dengan ijazah SMP yang dimiliki telah menjadi juragan pesawat dari Pangandaran pemilik 37 pesawat terbang yang harga sewanya 10.000 dollar (Rp100 juta) AS per hari.
Walaupun saya tidak merokok dan tidak suka melihat ia kemaren merokok sambil diwawancara karena kurang etis namun menghujat orang karena jenjang pendidikannya adalah bentuk kejumawaaan akibat sempitnya pola pikir kita.Sulit dibayangkan jika Sushi dengan tamat SMP saja capaian hidupnya sudah bisa jadi pengusaha sukses hingga jadi menteri kalau ia tamat S1 mungkin levelnya bukan menteri lagi malah Sekjen PBB kali ya.
Mungkin melihat orang seperti itu jadi menteri para profesional di bidang kelautan dan perikanan yang bahkan bertitel doktor akan berkata "sakitnya tuh disini". Namun yang perlu digarisbawahi adalah ini soal nasib dan garis tangan. Tentu saja Susi adalah sosok tidak sempurna yang harus dikawal bahkan terus dikritisi.
Namun pesan moral yang bisa kita ambil adalah ada banyak hal yang dipelajari orang di bangku kuliah, namun pada sisi lain ada banyak orang yang telah menerapkan semua ilmu yang dipelajari di perkuliahan tanpa harus ikut menjadi mahasiswa. Salah satu contoh konkret seperti ibu Susi.
Berikutnya yang kita ulas adalah putri mahkota Puan Maharani. Saya menjadi heran jika ada yang bertanya kenapa Puan bisa jadi menteri karena itu adalah pertanyaan yang amat naif. Bahkan tak sedikit yang bertanya apa prestasinya bahkan ada yang ragu apakah Puan bisa menyebutkan tujuh unsur kebudayaan universal, siapa itu Malinowski apa definisi budaya menurut Clifort Gertz.
Ingat sekali lagi ingat, menteri itu adalah jabatan politik. Ya jabatan politik bukan jabatan karir yang mana orang yang akan menempatinya harus pakai seleksi Tes Potensi Akademik , Toefl hingga tes psikologi dan harus memiliki pangkat tertentu diklat pimpinan dan segala tetek bengeknya.
Tahukah apa artinya jabatan politik? Begini, kalau cuma mengurus hal-hal bersifat teknis menteri bisa bertanya kepada bawahannya yang pintar-pintar soal kebudayaan dan pembangunan. Coba ingat apakah Soeharto adalah orang yang sangat hebat dari sisi akademik dan menguasai secara mendalam teori teori pembangunan tingkat lanjut ? Apakah ia adalah orang yang sangat jenius dan luar biasa dengan penemuan terbaru yang mencerahkan umat manusia ? Jawabnya tidak saudara-saudara.
Ada hal yang perlu kita pahami apa peran dan fungsi partai politik. Salah satunya melahirkan kader-kader yang akan menjadi pemimpin negara. Apapun partainya muara akhirnya adalah bagaimana anggotanya bisa jadi menteri atau presiden, jika tidak maka itu bukan partai politik melainkan yayasan. Karena PDI Perjuangan punya saham terbesar dalam mengantarkan Jokowi jadi presiden tentu tidak bisa dinafikan, karena itu logis jatah kursi kabinet yang diberikan kepada partai dengan simbol banteng itu cukup banyak.
Lalu ada yang berujar bukankah seorang pemimpin itu harus punya wawasan, pengalaman dan skil yang mumpuni. Betul sekali. Apa indikator menilainya, kalau soal pengalaman maka yang paling layak jadi menteri diantara 34 nama itu hanya empat yaitu Lukman Hakim Syaifudin, Syofyan Jalil , Rini Soemarno dan Khofifah Indar Parawansa. Mengapa, karena mereka semua sudah punya pengalaman jadi menteri. Bahkan presiden saja Jokowi juga belum berpengalaman karena sebelum ini belum pernah menjabat sebagai presiden.
Lalu kita coba kuliti Puan ternyata alumni Ilmu Komunikasi UI melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri. Coba deh siapa yang ada disini, secara akdemik mereka yang bisa lulus di Ilmu komunikasi UI, saya yakin mereka yang pintar dan bisa bersaing dengan ribuan orang dari seluruh Indonesia. Oleh sebab itu orang seperti saya yang hanya lulusan perguruan tinggi lokal jadi minder, diterima lulus di universitas lokal saja sulitnya minta ampun apalagi UI.
Terakhir ibarat kata film belum mulai tapi komentar penonton sudah sampai di ujung. Oleh sebab itu mari beri kesempatan kepada mereka untuk bekerja dan mewujudkan janjinya. Jika mereka lalai ingatkan dan kritik , jika tak digubris ada banyak cara untuk mengingatkan. Namun sekali lagi jika tak setuju, Ini Salah Itu Salah pokoknya semua salah, itu juga hak masing-masing .
Tapi ingat jika setiap hari kita hanya disibukan mencari kelemahan orang lain, maka hari-hari kita hanya akan dipenuhi oleh kekurangan dan kesempitan. Sementara orang sudah bergerak maju dan terus melangkah mewujudkan pencapaian hidupnya dan yang menyedihkan kita tak kunjung bergerak.