Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Pilihan

Apakah Prabowo Subianto Akan Buka Ruang Dialog Jakarta-Papua?

24 Februari 2024   17:16 Diperbarui: 24 Februari 2024   17:26 129 19
"Pemerintah Indonesia bilang bahwa Papua sudah final di dalam NKRI, tetapi sampai saat ini Papua terus bergejolak. Maka, perlu dialog Jakarta-Papua untuk mencari format penyelesaian permasalahan Papua secara bermartabat dan berkeadilan bagi semua pihak!"

Sepuluh tahun terakhir, tercatat Presiden Jokowi mengunjungi tanah Papua sebanyak 17 kali. Bukan hanya sekedar kunjungan, tetapi diikuti dengan pembangunan infrastruktur seperti jalan, jembatan, bandara, pelabuhan, pos di daerah perbatasan.  Dan, yang paling mutakhir, pemekaran Papua yang sebelumnya hanya dua provinsi, bertambah empat provinsi: Papua Selatan, Papua Pegunungan, Papua Tengah, Papua Barat Daya.  Kini, tanah Papua, yang hanya berpenduduk 5,6 juta terbagi menjadi 6 provinsi.

Semua upaya itu, tidak menyurutkan gerakan Papua Merdeka. Kita menyaksikan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB), pada tanggal 2 Desember 2018, menyerang pekerja PT Istaka Karya, yang menewaskan 24 orang. Pada tanggal 7 Februari 2023, TPNPB juga menyandera Pilot Susi Air, Kapten Philip Martins di Paroh, Nduga, yang belum dibebaskan sampai sekarang. Penyerangan Pos Militer di Kisor, Kabupaten Maybrat, pada 2 September 2021. Dan, masih banyak kisah pembebasan Papua, yang dilakukan melalui jalur diplomatik (ULMWP, NFRPB) maupun perjuangan bersenjata (TPNPB) yang sampai hari ini masih terus berlanjut di tanah Papua.

Presiden Prabowo dan Harapan Dialog Jakarta-Papua
Kita telah melaksanakan Pemilu Legislatif dan Presiden, pada Rabu, (14/2/2024). Berdasarkan quick count dan perhitungan riil KPU RI, pasangan Probowo-Gibran menduduki posisi teratas, 58%. Bila tak ada aral melintang, Prabowo-Gibran akan dilantik pada bulan Oktober 2024. Bagaimana kebijakan Presiden Prabowo Subianto tentang Papua? Apakah ruang dialog Jakarta-Papua akan terbuka atau sama saja seperti sebelumnya?

Kita patut mengajukan pertanyaan, "Mengapa selama ini, pemerintah Indonesia tidak mau membuka dialog dengan Papua? Apakah hanya karena alasan 'Papua sudah final' di dalam NKRI  atau ada alasan lain yang lebih mendasar? Mengapa pemerintah Indonesia menerapkan pendekatan keamanan dan pembangunan? Mengapa tidak melibatkan orang asli Papua (OAP) dalam menentukan masa depan Papua?"

Otonomi Khusus Papua, sejak tahun 2001, tidak berdampak signifikan terhadap perbaikan Papua dari kualitas layanan publik terhadap OAP. Kita menyaksikan kasus kekerasan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di bidang sipil politik (Sipol) tidak pernah surut. Hampir tidak ada ruang kebebasan berekspresi dan menyampaikan pendapat di muka umum. Demikian halnya, setiap pergerakan menegakkan keadilan dan kebenaran bagi OAP selalu dilabeli stigma separatis.

Di bidang Ekosob, kita menyaksikan buruknya pelayanan ekonomi, pendidikan, kesehatan, budaya dan ekologi. Ekonomi OAP terkapar karena dikuasai kaum imigran yang memiliki keterampilan dan modal. Tidak ada proteksi dan kebijakan perlindungan ekonomi OAP. Kalaupun ada kebijakan berupa Perda, tidak dilaksanakan.

Pendidikan dasar (SD-SMP) di kampung-kampung pelosok tanah Papua tidak berjalan efektif. Maka, tidak heran, anak tamat SD dan SMP tidak bisa baca-tulis. Demikian halnya, layanan kesehatan untuk OAP di Puskesmas Pembantu (Pustu) di kampung-kampung di Papua terkapar. Ada Pustu tapi tidak ada tenaga medis atau ada tenaga medis tetapi tidak ada Pustu dan obat-obatan.

Perusahaan-perusahaan raksasa di bidang perkebunan dan pertambangan berlomba-lomba mengeksploitasi hutan alam dan sumber mineral tanah Papua. Pemilik ulayat tidak berdaya, karena berada dalam tekanan penguasa dan atas nama pembangunan dan kemajuan.  

Seyogianya, apa pun bentuk perhatian untuk Papua harus dibicarakan dengan OAP. Sebagai bangsa yang besar dan beradab, sejalan dengan Pembukaan UUD 1945 dan Pancasila, semestinya pemerintah Indonesia mengajak OAP untuk berdialog, mencari alternatif masa depan Papua. Slogan "NKRI Harga Mati" tidak mampu meredam isu Papua Merdeka. Karena itu, perlu pendekatan dan kebijakan baru untuk menyelesaikan permasalahan Papua yaitu dialog Jakarta-Papua.

Pemulihan Hak-Hak OAP
Hak hidup orang asli Papua (OAP) perlu mendapatkan perhatian lebih serius dari Presiden Prabowo. Terutama hak OAP di bidang Sipol dan Ekosob serta ekologi   harus terpenuhi. Kita bisa menyaksikan, kesenjangan sosial yang sangat tinggi. Mayoritas kursi legislatif dikuasai oleh kaum imigran. Dinas dan Badan pada Organisasi Perangkat Daerah (OPD) juga sebagian besar tidak diisi oleh OAP.  Maka, selalu ada rasa marah yang terlontar melalui pertanyaan, "Apakah ada OAP yang menjadi legislatif dan kepala dinas di luar Papua? Mengapa kaum imigran mencuri hak kesulungan OAP?"

Kebijakan khusus yang mendesak untuk melindungi OAP saat ini yaitu mengatur agar kursi legislatif menjadi sepenuhnya hak OAP. Demikian halnya, Kepala Dinas/Badan harus OAP. Jika tidak demikian, OAP akan selalu bertanya, "Apa kekhususan dari Otsus Papua untuk OAP?" Tampak sama saja, karena OAP tersisih, termarginal, hak-haknya tidak terlindungi.

Seperti manusia di pulau-pulau lain di Nusantara ini, OAP merindukan dan mengharapkan hak-haknya terpenuhi. Kita melihat begitu banyak OAP memiliki pendidikan tinggi, tetapi mereka kurang mendapatkan kesempatan berkarya melayani rakyatnya, baik bidang eksekutif, legislatif dan yudikatif. Karena itu, perlu ada kebijakan khusus, baik dalam bentuk Perda, Perdasi, Perdasus untuk melindungi OAP.

Dialog merupakan satu-satunya cara untuk mencari solusi menyelesaikan permasalahan Papua. Tanpa dialog, pertumpahan darah di kedua bela pihak (Indonesia dan Papua) tidak akan pernah berakhir. Sebab, masing-masing mengklaim ideologi dan kepemilikan sah atas Papua. Melalui ruang dialog, terjadilah perjumpaan, saling bicara secara jujur: "Mau apa dan ke mana masa depan Papua?"

Dialog adalah cara paling bermartabat menyelesaikan permasalahan Papua. Sebagai bangsa yang besar, Indonesia di bawah Presiden Prabowo Subianto sepatutnya menginisiasi dialog Jakarta-Papua. Tetapi, apakah Presiden Prabowo Subianto akan bikin kejutan untuk Papua dengan membuka ruang dialog Jakarta-Papua atau ada kebijakan lain untuk Papua? Kita tunggu!

[Jayapura, 24 Februari 2024; 19.00 WIT]

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun