Oleh: A.A
Aku temui gadis dikesepian
dengan beralas keraguan, beratap kesedihan. Adakah sinar memancar untuk membakar, kerak tangis yang lama kian hari semakin bengis.
Matanya surut, bibirnya berkabut. Aku tanya kenapa tak pulang ke rumah, ia jawab aku tak ramah. Bukan karena ia tak mau, memang ia sekarang tak punya. Sadarku.
"Angin badai tak lebih kencang dan menakutkan, daripada perginya seseorang yang disayang pergi tanpa pamitan." Ucapnya padaku. Juga ia berkata tidak apa-apa pada setiap yang sementara ada untuk menjeda lukanya.
Kau lihai menipu kesedihan dengan diammu, meski aku tahu rasa sakitmu. Tubuhku terkunci, dan aku menemukan sedikit arti. Sebab diam lebih dihormati, daripada berperasaan pada seseorang yang cintanya telah mati.
Pemalang, 23 September 2024