Beberapa tahun yang lalu, Bangkok terkenal dengan kemacetan yang sangat parah bahkan lebih parah dari Jakarta. Tetapi setelah beberapa hari saya berada di sana keadaannya sudah tak separah seperti di tahun 2007. Atau mungkin karena saat itu saya traveling bersama rombongan dan ikut paket tour yang selalu menggunakan bus jadinya selalu kena macet, saya tidak tahu. Yang jelas pada kunjungan terakhir kemarin saya tidak merasakan “bete”nya kena macet di Bangkok.
Pertama tiba di Bandara International Suvarnabumi, tentunya kita akan dihadapkan pada beberapa pilihan moda transportasi untuk pergi ke pusat kota yang berjarak sekitar 30 km. Ada beberapa pilihan yaitu bus umum, taksi, Airport Express Bus, dan kereta cepat (Bangkok Airport Train). Jika anda bepergian minimal 3 orang akan lebih baik dengan menggunakan taksi karena biaya akan lebih murah jatuhnya. Tetapi jika anda bepergian sendiri taksi bukanlah pilihan yang bijak. Akhirnya pilihan saya jatuh ke Airport Express Bus karena salah satu rute terakhir adalah stasiun kereta api Hualamphong yang dekat dengan hostel saya. Saya memilih Airport Express Bus no 4 (AE 4) dengan biaya 150 baht (sekitar 45 ribu dengan kurs 1 baht = 300 rupiah). Bus yang saya naiki tergolong bagus dan masih baru dengan ac yang sangat dingin. Lumayan worth it lah untuk perjalanan yang memakan waktu hampir satu jam. Karena melewati jalan tol yang panjang, perjalanan lancar-lancar saja apalagi ternyata saya adalah satu-satunya penumpang yang naik bis ini. Saya mencoba untuk bertanya kepada kondektur bus ternyata dia tidak nyambung dengan apa yang saya tanyakan. Ternyata memang benar orang Bangkok jarang yang bisa berbahasa inggris.
Setelah check in dan membersihkan diri, saya memutuskan untuk pergi ke daerah Silom. Sebelum berangkat saya sempatkan ngobrol dengan Sukri sang penjaga hostel yang ternyata sedikit-sedikit bisa cakap Melayu. Sukri adalah seorang pemuda muslim Thai yang berasal dari daerah selatan Thailand dekat dengan perbatasan Malaysia, pantas saja dia bisa berbahasa Melayu. Saya bertanya tentang bus maupun transportasi umum yang menuju ke daerah Silom maupun Siam. Setelah keluar hostel saya putuskan untuk mencoba menggunakan MRT yang stasiunnya kebetulan dekat sekali dengan hostel saya. MRT (subway atau metro) singkatan dari Mass Rapid Transit, merupakan kereta cepat bawah tanah yang menghubungkan ke berbagai tempat penting di sekitar kota Bangkok. Harga tiketnya sekitar 16 – 41 baht tergantung jarak tujuan kita. Setelah membeli koin akhirnya saya masuk ke MRT train dan kereta melesat dengan cepat menuju ke stasiun Sam Yan dan Silom. Waktu tempuh antar stasiun sangat cepat sekitar 2-3 menit saja. Nyaman sekali kalau kita sedang terburu-buru, hehe..
Setelah keluar stasiun MRT Silom, saya menapaki jalan seputar Silom yang ternyata sangat ramai malam itu, mulai dari pemuda-pemudi Thai, turis dari berbagai negara dan banyaknya tukang jualan sangat mirip dengan beberapa tempat di Jakarta. Yang membedakan adalah suara-suara percakapan semua orang yang menggunakan bahasa Thai dan saya tidak tahu sama sekali apa yang dibicarakan mereka :):). Silom merupakan pusat hiburan malam di Bangkok jadi banyak terdapat bar, kafe dan club-club malam.
Puas berkeliling daerah Silom akhirnya saya ingin jalan-jalan ke mall di daerah Siam. Untuk menuju ke Siam saya ingin mencoba jenis transportasi lain yaitu BTS skytrain merupakan kereta cepat seperti MRT tetapi memiliki jalur sendiri yang berada di atas jalan raya. Tiketnya bukan berupa koin seperti MRT tetapi berupa kartu pass dengan harga 15-40 baht tergantung jauh dekatnya tujuan kita. Ada 2 lines BTS di Bangkok yaitu Sukumvit Line (Dari On Nut sampai Mo Chit/Chatucak Weekend Market) dan Silom Line (Dari Wongwian Yai sampai ke National Stadium). Kedua line tersebut bertemu (interchange) di stasiun Siam. BTS skytrain beroperasi mulai dari jam 6 pagi sampai dengan jam 12 malam. Apabila anda seharian ingin naik BTS tersedia tiket One-Day Pass dengan harga 120 baht unlimitted untuk hari itu dari pagi sampai jam 12 malam.
Stasiun BTS terdekat di Silom ini adalah Saladaeng station yang dekat sekali dengan jalan Silom. Setelah menaiki tangga yang lumayan tinggi dan membeli tiket akhirnya saya naik BTS skytrain menuju ke Siam. Setelah melewati station Ratchadamri akhirnya sampailah saya di stasiun Siam yang hanya perlu waktu beberapa menit. Dari situ saya membayangkan seandainya kota-kota besar di Indonesia khususnya Jakarta memiliki MRT atau BTS skytrain pasti akan sangat nyaman dan bisa mengurangi kemacetan. Padahal dulu Bangkok juga memiliki masalah kemacetan yang sangat parah seperti Jakarta. Sudah saatnya Jakarta memiliki transportasi massa yang aman, nyaman, murah, cepat dan bisa diandalkan seperti disini. Sepertinya Jakarta memang sedikit tertinggal dibandingkan kota-kota besar seperti Bangkok, Singapore maupun Kualalumpur. Sekedar informasi saja, Singapore juga memiliki MRT yang sangat nyaman dan bis kota yang tiketnya sudah terintegrasi dgn MRT, jadi satu tiket Ez Link bisa digunakan untuk keduanya, bis kota dan MRT. Kualalumpur pun juga tak kalah maju dibanding kedua kota ini untuk transportasi massanya. Ada beberapa pilihan moda transportasi di Kualalumpur yaitu LRT (seperti MRT), Monorail (skytrain seperti di Bangkok tetapi keretanya lebih pendek), KTM komuter dan Bus Rapid KL (seperti busway).
Turun dari kereta BTS skytrain Siam saya langsung melihat ke sekeliling. Sebelah kanan dan kiri terdapat mall-mall besar dan mewah. Daerah Siam merupakan pusat mall-mall besar yang ada di Bangkok diantaranya adalah Siam Square dan Siam Paragon yang dibawahnya terdapat Siam Ocean World. Tak jauh dari Siam kita juga bisa melanjutkan shopping ke Platinum Fashion Mall, Pratunam Complex, Gaysorn Narai Phand, Pantip Plaza maupun Pratunam Market. Saya hanya masuk ke Siam Square dan Siam Paragon saja karena takut tak bisa mengendalikan diri untuk tidak shopping, hehe.. Saya juga menyempatkan diri untuk berjalan-jalan di halaman Siam Paragon yang sangat banyak pengunjungnya. Saya penasaran ada acara apa di sana dan ternyata sedang diadakan pertunjukan kesenian Thai semacam tari-tarian dan wayang ala Thailand. Sepertinya sang dalang sedang menampilkan cerita humor karena banyak pengunjung yang tertawa ngakak. Saya hanya tersenyum simpul melihat orang lain tertawa, :):). Setelah puas menikmati pertunjukan seni ala Thai dan foto-foto air mancur yang keren saya putuskan untuk pulang ke hostel. Kebetulan ada polisi yang sedang jaga dan saya tanyakan bis yang menuju Hualamphong.
Bis kota Bangkok hampir mirip seperti di Jakarta tetapi rata-rata kursi sebelah kanan dan kiri hanya satu sehingga tempat untuk orang berdiri lebih luas dan lapang. Keadaan bis juga selalu bersih dan selama di Bangkok saya belum pernah melihat sampah yang berserakan mengotori bis kota. Kebanyakan kondekturnya adalah wanita. Harga tiket bis kota ini adalah 6,5 baht (sekitar 1.950 rupiah) dan setelah membayar kita pasti akan diberi karcis. Saya sempat berkeliling dengan menaiki bis kota ke beberapa tempat yang cukup jauh dengan harga murah meriah itu. Lumayan menghemat ongkos.
Hari berikutnya saya pergi mengunjungi Wat Arun (Temple of the Dawn) yang terletak tepat di seberang sungai Chao Phraya. Untuk menuju ke sana, pertama saya naik bis dengan tujuan Sathorn Pier (stasiun BTS Saphan Thaksin) yaitu salah satu dermaga untuk pemberhentian perahu ekspress (ekspress boat). Kita tahu bahwa Bangkok memiliki sungai besar Chao Phraya yang membelah kota ini. Banyak sekali tempat-tempat penting terutama kuil-kuil tua yang berada di tepi sungai Chao Phraya, seperti Wat Arun, Grand Palace, Wat Pho, China Town dan lain-lain. Beberapa hotel berbintang sekelas Sangri-la, Marriot, Sheraton dan Ramada pun sengaja dibangun di tepi sungai untuk mendapatkan view indah dari sungai Chao Phraya. Bahkan beberapa hotel memiliki boat khusus tamu untuk pesiar dan menikmati suasana sungai Chao Phraya.
Setelah sampai di Sathorn Pier, ternyata banyak juga orang yang mau naik perahu ekspress ini jadi harus antri. Akhirnya datang juga perahu yang saya tunggu dan saya termasuk beruntung karena bisa mendapatkan tempat duduk di bagian depan perahu. Saya membayar sekitar 15 baht untuk tujuan Tha Tien Pier tempat pemberhentian terakhir saya. Pemandangan di sepanjang sungai pun bervariasi mulai dari gedung-gedung tinggi, kuil-kuil Budha, sampai perumahan kumuh pun bisa kita lihat, he he. Selain turis dan penduduk lokal, ternyata penumpang express boat ini adalah beberapa karyawan dengan pakaian seragam kantor. Pemandangan yang jarang kita lihat di Indonesia. Perjalanan yang menyenangkan pun berakhir di Tha Tien Pier dan saya harus turun. Kesan saya setelah naik perahu ekspress ini adalah nyaman, murah dan bebas macet.
Untuk sampai ke Wat Arun kita harus menyeberang dengan menggunakan perahu penyeberangan dengan harga tiket 3 baht (900 rupiah). Dengan membayar tiket seharga 50 baht (15.000) kita bisa masuk ke Wat Arun dan bisa naik ke kuilnya. Berhati-hatilah ketika menapaki tangga kuil ini karena cukup curam, tetapi setelah sampai di atas semuanya akan terbayar dengan pemandangan yang indah sungai Chao Phraya dan sebagian Kota Bangkok. Setelah puas menikmati pemandangan indah Wat Arun akhirnya saya mengakhiri kunjungan saya di kuil cantik ini. Saya pun bergegas untuk naik perahu penyeberangan supaya bisa mengambil pemandangan Wat Arun di saat sunset dari seberang sungai. Ternyata saya beruntung (lagi) karena saya masih bisa mendapatkan suasana sunset Wat Arun yang eksotis , :):).
Kunjungan saya berikutnya adalah Wat Pho, Khaosan Road, dan Golden Mountain. Sebenarnya masih ada satu tempat wajib dikunjungi saat kita berada di Bangkok yaitu Grand Palace dan Wat Phra Kaew yang jaraknya cukup dekat dengan Wat Pho. Tetapi karena saya sudah pernah mengunjunginya di tahun 2007 dan dengan pertimbangan harga tiket masuknya yang 300 baht (100 ribu rupiah) akhirnya saya putuskan untuk tidak merelakan uang 300 baht keluar kantong saya JJ. Tetapi sebenarnya harga tiket 300 baht tersebut worth it banget dengan keindahan dan kemegahan yang ditawarkan oleh Grand Palace. Dengan harga tiket tersebut anda juga bisa masuk ke Vimanmek Mansion dan Abhisek Dusit Throne Hall yang berlokasi di daerah Dusit. Saya sempat diberitahu sama Sukri bahwa untuk orang Thai sendiri tidak dipungut biaya alias gratis untuk masuk Grand Palace, bahkan dia bilang kalau wajah saya mirip banget dengan orang Thai seraya menunjukkan pintu yang mana yang harus saya masuki karena ternyata ada dua pintu yang berbeda antara turis dan penduduk lokal. Meskipun demikian saya tidak jadi masuk ke Grand Palace karena takut diajak berbicara pakai bahasa Thai dan saya tidak bisa jawab pasti akan sangat memalukan, hehe. Apalagi kalau kita berada di negeri orang kita akan membawa nama Indonesia, jadi baik-baiklah selama kita berada di negeri orang, :):).
Setelah mengunjungi Wat Pho dengan patung Budha tidur yang super besar berwarna kuning keemasan saya lalu naik bis kota murah meriah menuju ke Khaosan Road. Sempat saya bingung dan disoriented dalam membaca peta meskipun sudah memasang kompas tetap saja tidak bisa menemukan Khaosan Road, tetapi untunglah ada seorang solo traveller cewek asal Korea yang lewat dan menunjukkan jalan menuju Khaosan Road. Setelah mengikuti petunjuk cewek tadi akhirnya sampai juga saya di Khaosan Road. Keadaan pusat backpacker Bangkok ini mirip sekali dengan jalan Malioboro di Jogjakarta tetapi lebih kecil. Di kanan kiri jalan banyak terdapat hotel-holet murah, travel agent, penjual pakaian dan souvenir ala Thai, warnet dan lain-lain. Yang membedakan antara Khaosan Road dan Malioboro adalah andong dan tuk tuk, :):). Bangkok memiliki satu taksi lagi yang mirip sekali dengan bajaj tetapi lebih gaul. Tetapi sayangnya saya belum sempat mencoba naik tuk tuk ini.
Setelah dari Khaosan road tujuan saya berikutnya adalah The Golden Mountain yaitu sebuah kuil yang berdiri di atas salah satu bukit di kota Bangkok. Stupa kuilnya begitu besar dan berwarna kuning emas sehingga disebut The Golden Mountain. Kita harus mendaki anak tangga sedikit memutar yang di salah satu sisinya tergantung beberapa lonceng yang cukup keras bunyinya ketika logam yang tergantung di bagian dalam digerakkan ke kiri dan ke kanan. Bunyi lonceng bersahut-sahutan dan bergaung dengan alunan musik dan suasana dibuat mirip sekali dengan suasana kuil-kuil Shaolin di film-film China. Di dalam kuil banyak sekali orang-orang lokal yang sedang bersembahyang. Pemandangan indah 360 derajat kota Bangkok bisa kita lihat dari sini. Untuk pengunjung juga disediakan teropong dan saya sempat mencoba mengamati pemandangan kota dari teropong tersebut.
Setelah keluar dari Golden Mountain saya melihat ternyata ada pear/dermaga yang terletak di sebelah kuil. Sungainya cukup kecil sehingga perahu-perahu yang digunakan untuk mengangkut penumpang dibuat kecil tetapi memanjang (long tail boat). Di dalam perahu disediakan kursi-kursi penumpang yang cukup nyaman. Harga tiketnya juga tidak mahal sekitar 9 baht (2700 rupiah) untuk tujuan saya ke Pratunam yang merupakan kompleks perbelanjaaan terlengkap di kota Bangkok. Pada pemberhentian pertama di Talad Bo Bae market banyak sekali ibu-ibu yang membawa berbagai belanjaan naik ke perahu. Semakin mendekati daerah Pratunam terlihat semakin banyak muda mudi berpakaian trendy yang kelihatannya mau ngeceng di mall naik long tail boat ini. Saya hanya tersenyum melihat anak-anak gaul ini naik perahu yang akan menuju ke mall tujuan mereka. Sempat terpikir juga bahwa Jakarta juga memiliki sungai Ciliwung yang sebenarnya bisa juga dimanfaatkan untuk sarana transportasi seperti di Bangkok ini, tetapi lagi-lagi kekecewaan melanda saya melihat kenyataan sungai Ciliwung tidak dimanfaatkan untuk sarana transportasi melainkan dipakai untuk pembuangan sampah !! Capek deh :):)
Lain waktu berikutnya saya pergi ke Ayutthaya dengan menggunakan kereta api kelas ekonomi dengan 2 macam gerbong yaitu gerbong biasa dan gerbong yang terbuat dari kayu. Cukup nyaman juga kereta unik ini meskipun untuk perjalanan sekitar 2 jam kita hanya perlu membayar tiket sebesar 20 baht (6000 rupiah). Keadaan di dalam kereta cukup sejuk, tidak panas seperti kereta ekonomi Indonesia pada umumnya. Akhirnya saya tahu penyebabnya yaitu jendela kereta ini di buat begitu lebar sehingga angin dari luar bebas masuk ke dalam kereta.
Bangkok juga memiliki Bus Rapid Transit (BRT) yang berjalur pararel dengan jalan raya persis sama dengan busway di Jakarta. Stasiun BRT nya juga mirip sekali dengan stasiun busway yang ada di Jakarta. Jalurnya dimulai dari Sathorn ke arah selatan dengan stasiun terakhir di Ratchaphruek di sebelah barat sungai Chao Phraya. Mudah-mudahan kunjungan ke Bangkok berikutnya saya bisa mencoba naik BRT ini.