Terkesan bahwa pada masa itu 'asketisme' dalam masalah seksual telah dianjurkan oleh beberapa Orang Kristen di Korintus. Asketisme adalah suatu usaha untuk mencapai kesempurnaan sejati, dengan maksud penebusan dosa, namun hanya sebagai kebajikan tambahan. Menurut Rasul Paulus itu adalah hal yang baik, "Adalah baik bagi laki-laki, kalau ia tidak kawin" (1 Kor 7:2). Dalam bagian lain, Paulus menulis, "Tetapi kepada orang-orang yang tidak kawin dan kepada janda-janda aku anjurkan, supaya baiklah mereka tinggal dalam keadaan seperti aku" (1 Kor 7:8), dan "Aku berpendapat, bahwa, mengingat waktu darurat sekarang, adalah baik bagi manusia untuk tetap dalam keadaannya. Adakah engkau terikat pada seorang perempuan? Janganlah engkau mengusahakan perceraian ! Adakah engkau tidak terikat pada seorang perempuan? Janganlah engkau mencari seorang !" (1 Kor 7:26-27).
Namun, Paulus juga mengingatkan agar mereka tidak menangkap nilai yang sejati itu secara berlebihan atau malah memutarbalikkannya dengan cara tertentu. Paulus mengajak mereka 'melihat' masalah ini dengan sudut pandang yang lebih tepat dan sungguh memahami serta menyadari keterbatasan diri mereka sendiri. Terkesan Paulus juga ingin mengingatkan mereka akan immoralitas yang terjadi di Korintus. Ia menulis, "tetapi mengingat bahaya percabulan, baiklah setiap laki-laki mempunyai isterinya sendiri dan setiap perempuan mempunyai suaminya sendiri. Hendaklah suami memenuhi kewajibannya terhadap isterinya, demikian pula isteri terhadap suaminya. Isteri tidak berkuasa atas tubuhnya sendiri, tetapi suaminya, demikian pula suami tidak berkuasa atas tubuhnya sendiri, tetapi isterinya" (1 Kor 7:2-4).
Memang Paulus mengecualikan situasi di mana suami dan istri boleh saling menjauhi, menjalani asketisme seksual, berpisah sementara demi kebaikan bersama, "dengan persetujuan bersama untuk sementara waktu, supaya kamu mendapat kesempatan untuk berdoa" (1 Kor 7:5a). Tetapi, "Sesudah itu hendaklah kamu kembali hidup bersama-sama, supaya iblis jangan menggodai kamu, karena kamu tidak tahan bertarak" (1 Kor 7:5b).
Rasul Paulus juga menekankan tentang adanya 'karunia khusus' yang membantu orang sehingga mampu menjalankan asketisme seksual dan tidak semua orang menerima karunia serupa, "Namun demikian alangkah baiknya, kalau semua orang seperti aku; tetapi setiap orang menerima dari Allah karunianya yang khas, yang seorang karunia ini, yang lain karunia itu" (1Kor 7:7). Pastilah di antara mereka ada yang tidak memiliki karunia itu, seperti yang dianugerahkan Tuhan sendiri kepada Paulus.
Jadi, sekali lagi, asketisme seksual itu baik, tetapi setiap orang perlu 'mengukur kemampuan diri' serta 'merefleksikan' dan tentu saja 'menjawab' dengan keterbukaan hati kepada Roh Kudus jika 'karunia khusus' itu diberikan kepadanya.