Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora Artikel Utama

Pembawa Obor Olimpiade yang Ahli Bakau

27 November 2011   02:11 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:09 492 2
[caption id="attachment_144892" align="aligncenter" width="650" caption="Pak Azhar menerima bingkisan dari pejabat Malaysia/doc@huzera"][/caption]

Sosoknya ramah, bersahaja dan lucu. Azhar namanya, berjalan tanpa alas kaki sukanya, membanyol kegemarannya. Selalu terhibur jika bertemu beliau. Suatu hari saat penat kujumpai beliau di gubuk dekat tambaknya. Menatap wajahku yang kusut ia langsung menebak “Pasti urusan inong..” begitu sergahnya. “Pak Azhar sok tahu..” jawabku sekenanya.

Urusan perempuan itu gampang ujar Pak Azhar “Bawa aja ke tempat sepi berduaan, kalau dia mau berarti dia pasti akan menerima cintamu” begitu resep "lucu" Pak Azhar tentang menghitung peluang diterima perempuan. Ah ada saja beliau.

Ada lagi kelucuan beliau waktu ia ke Jakarta seorang pejabat menanyainya tentang beda Jakarta dan Aceh. Di jawab olehnya “Kalau di Jakarta banyak jembatan gak ada sungainya kalo di Aceh banyak sungai gak ada jembatannya”. Kontak wajah pejabat itu sedikit memerah…

***

Ah Pak Azhar memang apa adanya. Tak terlalu peduli dengan apa kata orang padanya, berjalan lurus saja dalam pilihannya. Tak banyak yang tahu beliau adalah pembawa obor olimpiade Beijing, saat obor singgah di Jakarta. Bersama para atlet dan selebritas ia menjadi satu-satunya ‘rakyat biasa’ yang berkesempatan membawa obor olimpiade kala itu.

Apa sebab ia mendapatkan kesempatan itu ?

Sesaat gelombang besar dan gempa melanda Aceh, Pak Azhar bertahan di tambaknya. Ia tak mengungsi, malah sibuk berupaya memperbaiki tambaknya. Ia mencari bakau tersisa dan mencoba membibitkannya. Orang-orang menyebutnya gila, bahkan oleh sang istri. Saat penduduk berebut bantuan dan mencari peluang bekerja di proyek-proyek rehabilitasi, Pak Azhar kukuh bertahan di tambaknya yang hancur.

Tak kendur langkahnya walau disebut gila. Bertahap Pak Azhar memperbaiki tambaknya. Bibit-bibit bakau yang ia semai juga mulai tumbuh. Keberhasilan itu tak membuat warga desa mengikutinya. Penduduk kebanyakan sudah menyerah, apalagi melihat tambak mereka sudah sangat berpasir. Pasir yang dibawa tsunami menutup rapat tambak mereka ketika itu. Pak Azhar sedikitpun tak menyerah, dicangkulnya berhektare lahan tambaknya. Lahan itu tak semua miliknya, ada juga milik orang namun ia dipercaya mengolah.

Setahun berjibaku dalam kerja keras yang membuatnya disebut gila, mulai ada satu dua penduduk yang mengikuti jejaknya. Setelah tiga tahun hasil mulai nampak tambak mereka mulai bisa ditabur benih. Meski hasilnya jauh dari harapan tapi paling tidak secercah asa hadir.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun