Mohon tunggu...
KOMENTAR
Filsafat

Kalaulah Kita Kalah (Jelang Semifinal Sepakbola SEA Games)

19 November 2011   07:02 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:28 221 0

Kolom bola oleh Huzer Apriansyah a.k.a Kibas Ilalang

Selalu ada drama dalam sepakbola. Nilai dramatis itulah yang membuat sepakbola berbeda. Saya menyebutnya “nilai kejut”, itulah indahnya sepakbola. Pada level negara, sepakbola telah menjadi semacam pengganti medan perang. Sepakbola kemudian beririsan dengan spirit nasionalisme sebuah bangsa.

Nasionalisme, dalam konsepsi Dr. Frederick Hertz merupakan representasi dari paling tidak empat hal. (1) Hasrat untuk mencapai kemerdekaan (2) hasrat untuk mencapai kesatuan, (3) Hasrat untuk mencapai kehormatan, (4) Hasrat untuk mencapai keaslian.

Dalam konteks definisi inilah sepakbola seolah menjadi ruang bagi perwujudan nasionalisme sebuah bangsa. Sepakbola adalah hasrat bersama untuk meraih kemenangan. Sepakbola membawa sebuah bangsa bersatu, seberapa pluralnya sebuah bangsa, dalam sepakbola mereka satu. Sepakbola  juga menjadi ruang sebuah bangsa mencapai kehormatan. Ingat Argentina di era 80-90an, sedemikian rapuh negeri itu, hutang nasional mereka nyaris tak terbayar. Diancam kebangkrutan, tapi sepakbola menjadi penyelamat kehormatan Argentina kala itu. Sepakbola juga telah menjadi ruang mewujudkan keaslian kultural sebuah bangsa. Lihatlah bagaimana vuvuzela menjadi brand mark Afrika Selatan di piala dunia lalu.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun