Mohon tunggu...
KOMENTAR
Filsafat

Gara-gara Muhammadiyah Lailatul Qadar Tidak Turun di Indonesia

13 Agustus 2013   14:50 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:21 2296 1
Ada apa dengan Muhammadiyah


Nabi Muhammad sering meminta pendapat para sahabatnya ketika peperangan kaum muslim melawan kafir Quraisy. Sebuah bentuk musyawarah untuk mufakat. Seorang nabi, yang jika tidak minta pendapat dari para sahabatnyapun pasti akan selalu dituruti dan dihormati keputusannya. Namun, beliau menunjukkan bahwa musyawarah adalah bagian terpenting dalam islam.

Hasil musyawarah ketika perang Uhud menyebabkan kekalahan, saat itu pilihannya adalah menunggu di Medinah atau keluar menjemput musuh. Keputusan musyawarah, menjemput musuh. Diluar konteks kesalahan dari sahabat yang meninggalkan pos pertahanan, mesti diingat, difahami dan diteladani oleh kita satu hal yaitu musyawarah yang diadakan telah menepikan kedudukan seorang nabi sekalipun, menepikan ego dan mengedepankan kebersamaan walaupun hasil musyawarah pahit adanya.

Sekarang mari kita lihat keadaan islam yang ada di Indonesia. Muhammadiyah dan beberapa aliran atau organisasi menolak untuk bermusyawarah. Mereka mengedepankan ego, merasa benar sendiri dan mengabaikan musyawarah. Maka tak aneh, Muhammadiyah dan aliran lain puasa lebih cepat atau lebih lambat dari hari hasil musyawarah pemerintah dengan organisasi islam yang hadir.

Maaf, penulis tidak benci atau sentimen terhadap Muhammadiyah. Organisasi islam ini sungguh hebat dan mempunyai pola pikir yang cerdas. Hati-hati dalam menjalankan aturan islam dengan berusaha menghindari bid'ah dan hal-hal yang berbau musyrik karena pengaruh agama serta budaya sebelumnya. Dan konsep-konsep lain yang teraplikasi nyata di masyarakat yang sungguh mengagumkan.

Di sini penulis hanya mengungkapkan keheranan saja kenapa Muhammadiyah seperti lupa dengan contoh yang dilakukan oleh nabi Muhammad yang bernama musyawarah untuk mufakat.

Betul, Muhammadiyah punya dalil atau alasan yang baik untuk menentukan kapan puasa dimulai dan diakhiri. Namun ada yang perlu diingat, organisasi lainpun punya hal yang sama seperti Muhammadiyah yaitu dalil dan alasan.

Sekarang coba bayangkan, ketika terjadi perang yang melibatkan Muhammadiyah. Menurut Muhammadiyah harus maju tapi menurut yang lain mesti menunggu. Pasti hasil akhirnya bisa ditebak, Muhammadiyah hancur yang lain terbawa hancur karena tidak ada persatuan.

Mari kita lihat, saat ini umat berbeda dalam mengambil awal hari puasa atau awal syawal. Apakah ini sebuah kekalahan? Betul ini sebuah kekalahan. Apakah ini kehancuran? Iya, sebuah kehancuran. Kehancuran umat islam.

Malam Lailatul Qadar di Indonesia bisa sampai beberapa hari.

Malam lailatul qadar adalah malam yang sangat ditunggu orang muslim yang bertaqwa. Tidak perduli dia dari organisasi mana, Muhammadiyah, Persis, Nahdatul Ulama atau organisasi manapun. Karena malam ini adalah malam yang sangat istimewa. Kejadiannya hanya satu malam yaitu diantara hari ganjil puasa. Tidak ada malam lailatur qadar datangnya berturut-turut.

Pertanyaannya; apakah mungkin Indonesia akan mendapatkan giliran malam lailatur qadar. Jawabannya; tidak. Malam lailatul qadar tidak akan singgah di Indonesia. Kenapa? Ya itu tadi. Muhammadiyah dan aliran lain yang menolak bermusyawah akan lebih cepat atau lambat tanggal ganjil puasanya dibanding yang bermusyawarah bersama pemerintah.

Kenapa penulis katakan itu? Karena masing-masing merasa mempunyai dalil dan alasan yang kuat serta benar. Jika semuanya benar, malam lailatur qadar akan bingung, kepada malam siapa dia akan mampir.

Islam bukanlah organisasi, aliran atau negara. Islam adalah sebuah kebersamaan. Rahmatan lil alamin; rahmat untuk semesta alam. Bagaimana kita akan mewujudkan islam rahmatan lil alamin jika kita tidak bisa bersatu dalam lingkup yang lebih kecil dari alam?

Mari, silahkan semua bermusyawarah. Silahkan debat, silahkan berpendapat dan kami akan menunggu satu kepastian, satu kebulatan tekad dan tidak akan merasa ragu untuk berkata sami'na wa atona atas keputusan bersama itu walaupun pahit.

Penutup, penulis berikan sebuah kisah yang mungkin bisa dijadikan renungan.

Ada seorang customer kecewa dengan pelayanan si penjual. Ia menulis di kolom surat pembaca suatu koran tentang kekecewaannya itu. Manajer customer care dipanggil oleh direktur akibat surat pembaca ini.
Si direktur bertanya "mengapa bisa masuk koran?"
Sang manajer mengeluarkan alasan begini dan begitu secara panjang lebar. Setelah beres si manajer itu menjelaskan, si direktur bertanya lagi, "mengapa bisa masuk koran?"

*****

Umat muslim bertanya, "kenapa kalian tidak sepakat?"
Alasan : hisab, hilal, rukyat, derajat, tidak perlu ada musyawarah untuk melihat hilal asal ada yang sudah melihat hilal maka bla bla, begini dan begitu.
Umat muslim kembali bertanya, "kenapa kalian tidak sepakat?"

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun