Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Ada Fulus, Kami Infus

30 Maret 2011   01:55 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:18 628 4
Sudah beberapa hari ini saya sakit, dari masuk angin, migrain sampe panas dalem, borongan bener nih sakit. Apakah ada yang perduli? ternyata tidak ada satupun. Mungkin pikir mereka, rasakan sendiri, situ yang sakit, kok kita yang repot. Hehehe... ya sudahlah, aku juga tidak perduli dengan sikap kalian terhadapku. Hidup sendiri di Jakarta yang begitu individual, bagaimana bisa kita mengharap kepedulian dari orang lain.

Jika inget sakit, inget dulu waktu terkena radang tenggorokan. Ketika pertama kali tenggorokan ini terasa nyeri, saya pikir kena panas dalam. Dibelilah segala macam larutan penyegar sebagai obat penawarnya. Namun, sudah 3 hari, tidak ada perbaikan, malahan tenggorokan ini semakin sakit rasanya. Bahkan, air ludah keluar terus dari mulut yang membasahi bantal, sebagai tambahannya. Hingga sudah berapa bungkus tissue saya habiskan untuk mengelapnya. Sepertinya ini bukan panas dalam, mesti berobat ke dokter nih, pikir saya. Namun saya masih ragu-ragu dengan hal itu dan mencoba mengobati penyakit itu sebisa mungkin.

Hingga hari ke 7, sakit ini tidak kunjung juga sembuh, membuat saya menyerah. Akhirnya berangkat juga ke rumah sakit, untuk berobat. Sendirian saya pergi ke sana, tanpa ada teman atau tetangga yang mengantar apalagi keluarga. Karena mereka jauh di sana terpisah jarak ratusan kilometer. Mengeluhkah saya dengan keadaan ini? ah tidak, apa yang harus dikeluhkan. Ini jalan hidup yang harus diterima, hanya tinggal kepasrahan saja bagi kita untuk menjalaninya.

Dengan menumpang mikrolet saya pergi ke rumah sakit rujukan kantor yang terletak di timur Jakarta. Sepanjang jalan kepala cenat-cenut tak kenal kompromi dibarengi dengan tenggorokan yang seperti tertusuk duri yang tak mau lepas. Udara yang panas seakan menambah cobaan yang harus diterima ini, baik dengan kepasrahan atau ketidakrelaan. Terserah mana yang harus anda pilih, mungkin itu jargonnya.

Tiba di rumah sakit, saya pergi ke bagian pendaftaran. Setelah mendaftar, didapat informasi bahwa dokternya belum datang. Ya sudahlah, saya tunggu saja, habis mau gimana lagi, terima kenyataan ini. Saya kira dokter akan datang secepatnya, namun ternyata perkiraan saya meleset. Karena 3 jam saya dipaksa menunggu, di kursi ruang tunggu. Tambah satu lagi penderitaan ini, sabarkah dirimu menerima cobaan wahai manusia. Mungkin itu perkataan yang Tuhan ucapkan kepada saya saat itu.

Akhirnya pak Dokter yang dinanti tiba juga. Kedatangannya ibarat seorang bayi yang ditunggu selama bertahun-tahun oleh pasangan yang belum dikaruniai anak. Atau ibarat kedatangan seorang kekasih dari negeri seberang yang telah dirindu berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan. Ataupun ibarat air hujan yang dirindu oleh tanah kekeringan.

Setelah menunggu beberapa saat, tiba giliran saya dipanggil oleh perawat yang manis. Dengan rasa sumringah sayapun masuk ke ruang pak Dokter yang sejuk karena berpendingin. Dokter menanyakan beberapa pertanyaan yang saya jawab dengan tulisan di kertas karena saya sudah tidak bisa bicara lagi. Ah dasar pak Dokter, diapun akhirnya mengikuti gaya saya, diapun menuliskan beberapa pertanyaan di kertas sebagai balasannya. Yang membuat saya tersenyum-senyum dengan kelakuannya.

Dari hasil analisa beliau, katanya saya harus rawat inap. Saya langsung mengamininya tanpa pikir panjang, karena kebetulan mempunyai kartu asuransi dari kantor, terimakasih sebesar-besarnya kepada HRD atas hal ini. Tadinya saya kira, saya akan langsung di masukkan ke ruang rawat. Ternyata, saya ditelantarkan terlebih dahulu pada sebuah ranjang di sebuah ruangan. Mungkin pihak rumah sakit, mengecek dan mengurus asuransi itu dulu, hingga urusan sakit saya nomor dua. Ibaratnya ada fulus, abang kami infus, tak ada fulus silahkan abang mampus. Ah, mungkin itu hanya pikiran jelek saya saja, saya yakin mereka pun punya nurani (masa sih).

Setelah tersiksa beberapa lama, akhirnya saya dimasukkan ke ruang rawat, hari itu kurang lebih jam 4-5 sore. Sedikit lega perasaan di hati ini, karena pastinya akan segera mendapati jalan keluar dari penyakit yang sudah saya derita selama seminggu ini. Malamnya, mulailah saya menerima berbagai hal pengobatan dari rumah sakit. Ada obat, infus, suntikan dan makanan yang bagi saya tidak enak rasanya, tidak ada rasa asin ataupun gurih, yang ada hanya rasa tawar. Koki di rumah sakit ini sepertinya mereka tidak bisa masak, kok bisa diterima kerja di sini yah, gumam saya dalam hati.

Sehari dua hari, saya sendirian di rumah sakit ini mengalami perawatan. Sedihkah? Sepertinya untuk hal seperti ini rasa sedih saya sudah mati, hingga tak ada perasaan itu sedikitpun, biasa saja. Yang ada malahan perasaan kasihan terhadap teman-teman satu ruangan dengan saya. Ada yang datang dengan sekujur luka di tubuhnya, ada yang tangannya terpotong mesin pabrik dan berbagai macam kecelakaan dan penyakit. Hingga membuat rasa syukur di hati, untung saya tidak mendapat cobaan yang seperti mereka. Bersyukur disetiap saat, ceritanya.

Hingga seminggu kemudian, datang tetangga kos membawakan pakaian ganti. Dia bisa tahu keadaan saya karena kantor menelepon ke kosan. Dan kantor bisa tahu keberadaan saya di rumah sakit ini karena rumah sakit menelepon kantor untuk mengurus masalah administrasi. Sedikit ada rasa bahagia di hati. Aih, ada yang perduli juga dengan keadaan saya. Makasih kawan. Sayapun bersyukur lagi di hati.

Setelah teman kosan menjenguk, besoknya datang gerombolan teman-teman di lingkungan tempat saya biasa nongkrong. Mereka ini teman main bola, teman kemping juga teman ngobrol jika kita sedang duduk-duduk di warung pojok jalan sambil ngopi atau main gitar. Kedatangan mereka dengan membawa buah-buahan dalam keranjang, sungguh memberi semangat pada saya untuk cepat sembuh dari penyakit ini. Salut sama kesetiakawanamu sobat.

Menjelang beberapa hari masa kesembuhan, datang teman-teman dari kantor menjenguk. Semangat untuk sembuh sayapun semakin besar. Walaupun saya sakit, namun tetap saya diledek, dihina dan ditakut-takutin dengan kematian, hingga membuat kami tertawa-tawa, karena memang tiap hari begitu keadaannya jika di kantor. Saling ledek sudah menjadi tradisi di kantor kami, tidak ada yang namanya tersinggung dengan hal tersebut. Malahan menjadi hiburan yang bisa membuat suasana di kantor tidak membosankan. Aneh memang, tapi begitulah kenyataannya.

Namun ada beberapa orang yang saya ingat karena ketidakdatangannya. Diantaranya pemilik kos, manajer dan atasan lainnya. Halo, apakabar kalian, kemana saja Boss. Apakah karena saya yang sakit anda tidak datang? Apakah jika saya seorang direktur maka kalian akan tergopoh-gopoh untuk menjenguk dengan berbagai bunga dan buah-buahan menghiasi tanganmu.

Apakah saya dianggap ada karena anda butuh saya. Maka ketika anda tidak membutuhkan saya, ada atau tidak adanya diriku tidak menjadi pikiranmu. Ah, gila, sampai segitunya kah pola pikir kalian. Tak tahulah aku, apa yang ada di pikiranmu. Mari kita lupakan saja.

Dari sini saya mengambil kesimpulan, ternyata hanya sedikit orang yang benar-benar ikhlas untuk peduli dengan orang lain. Terkadang kita hanya merasa perduli karena mereka adalah orang-orang terdekat kita, saudara, keluarga, kolega, pelanggan, atasan atau orang yang anda butuhkan. Tapi jika diluar itu, peduli amat, mereka bukan urusan saya. Ibarat ujar-ujar, ada ubi ada talas, ada budi baru dibalas. Aih, betapa tidak ikhlasnya hidup kita ini andai begitu.

Maka benarlah seorang cendekiawan yang bernama Sayidina Ali berkata, kekuatan apa yang paling tinggi itu? Jawabannya, tidak air, tidak besi, tidak gunung namun Ikhlaslah kekuatan yang paling tinggi itu. Karena begitu susah dan tingginya perjuangan manusia untuk mendapatkannya. Sebab hanya dengan ikhlaslah, air bisa dibendung, besi bisa dibengkokan dan gunung yang tinggi bisa diratakan.

Namun diluar itu, untung kalian tidak datang ke rumah sakit tempatku dirawat. Sehingga uang bensin yang seharusnya kalian keluarkan jika menjenguk, bisa kau berikan kepada orang lain yang lebih membutuhkan. Semoga bener persangkaan ini, amiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiin.

Tulisan Lainnya.

Lolongan Serigala
Cowok Matre = Emansipasi Juga!!! Titik
Di Puncak, Harga Segelas Kopi + Sebatang Rokok 150 Ribu
Ludahi Telunjuknya, Lalu Kita Berkelahi
Papah, Apakah Engkau Ayahku
Barung, Cerminan Kedewasaan Anak Kecil
Gara-Gara Nasi Goreng Masuk Neraka
Anakku Sudah Gadis
Aku Bukan Jiwamu
Maafkan Emak Membunuhmu
Giliranku Sudah, Sekarang Giliranmu Tuhan
Nak, Kamu Telah Menjatuhkan Harga diri Mama

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun