Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi

Bercinta dengan Pikiran

12 Maret 2011   17:13 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:50 391 6
Melihat Davina, si cewek idaman lewat di depan muka, sontak mulut saya kelu. Tak terasa ada bahagia yang mengalir di seluruh urat-urat syaraf. Membuat mata ini berbinar-binar, mengalahkan terangnya bulan di malam hari. Ada rasa dag-dig-dug der di hati.

Wanita ini adalah sosok yang selalu menghiasi mimpi-mimpi di malam hari, sehingga terkadang dalam tidur tak sadar saya mengigau menyebut namanya, membuat emak terbirit-birit lari dan menggedor pintu kamar.

"Nyebut-nyebut Bay, Istighfar Nak", ucap emak. Membuat aku terbangun dari mimpi indah yang sedang kurajut di alam bawah sadar.

"Apaan sih, Maaaaaaak. Ngeganggu orang tidur aja, ilang deh Davina dalam mimpi", teriak saya kesal.

"Oooooh kirain kamu kesurupan nak, tadinya Emak khawatir. Kamu anak-anak satunya, kalau kamu gila, nanti Emak mesti nyari anak pengganti. Emak nggak mau pusing bikin lagi yang baru", jawabnya ngasal.

"Emaaaaaaaaaaaaaaaaaaak tega bener sama anak sendiri"

"Hihi... ya udah lanjutin tidur kamu. Jangan lupa baca do'a sebelum tidur, biar kamu gak mimpi buruk", terdengar suara langkah emak menjauhi kamar, membuatku kegirangan. Gangguan hilang, bisa lanjutin tidur nih, pikir saya.

"Baik mak", jawab saya sambil membenamkan muka di bantal.

*****

Sekarang, wanita itu ada di depan saya. Matanya bulat berbinar laksana matahari baru nongol di atas lautan, tubuhnya sintal padat berisi, wajahnya tak membuat malu kalau di pajang di ruangan tamu dalam bingkai photo. Pokoknya sosok wanita ini gak bakalan nyesel deh kayaknya untuk diakuin sebagai seorang isteri.

"Davina, mau kemana nih", tanya saya memberanikan diri menyapanya, walau di hati ini ada rasa deg-degan, takut dicuekin.

"Eh, bang Bayu. Mau ke kampus nih", jawabnya sambil memamerkan senyum yang gemerlap, menyilaukan mata.

"Sendirian aja nih", lanjut saya merasa di atas angin karena ada respon darinya.

"Iyah, abis gak ada yang mau nganterin Davina", jawabnya manja membuat saya jadi gemas.

"Masa sih, gak ada cowok yang mau nganterin cewek secantik kamu. Kayaknya, abang gak percaya deh", pancing saya.

"Beneran bang, aku gak bohong. Abang sih nggak mau nganterin aku" ucapan terakhir itu membuat mataku berkerejap seperti ada kilat yang menyambar. Untuk semenit saya berdiri terpaku seperti patung, tak percaya dengan ucapannya.

"Bang... bang... abaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaang", teriakan itu membangunkan saya dari keterkejutan sesaat.

"Iii... iyah neng, ada apa yah?", jawab saya seperti orang bingung.

"Lah, kok jadi nanya ada apa sih Bang", ucapnya cemberut.

"Oh, maaf Neng. Abang tadi keingetan sama air yang sedang dimasak, udah mateng apa belom yah. Kalo sampe gosong, si Emak pastinya nyap-nyap", jawab saya ngelantur.

"Ah, si Abang mah ngobrolnya gak nyambung. Ya udah deh, kalo gitu aku pergi nih" ucap dia ketus, sepertinya sangat kesal sekali dengan jawaban saya.

"Ih, kok gituh aja marah sih"

"Abis Abang ngebetein"

"Ya udah deh, maafin abang yah. Emang kamu serius mau dianterin sama Abang?"

"Aku sih terserah Abang. Abangnya mau ngga nganterin Davina?"

"Gimana yah, abang pikir-pikir dulu deh", ucap saya pura-pura jual mahal. Padahal mah di hati, bermacam-macam gelombang saling bertubrukan. Ada gelombang bahagia, gelombang rasa tak percaya dan yang aneh kok gelombang radio ikut pula, pokoknya campur aduk.

"Mau ngga Abang nganterin aku", ucapnya sewot.

"Iyah, iyah Abang mau" jawab saya tergagap.

"Ya udah besok jemput di rumah yah"

"Iyah"

"Kalo gitu, Davina pergi dulu. Jangan sampai telat jemputnya yah, dadah Abang",

"Dadah Davina, hati-hati di jalan yah"

"Iyah", jawabnya sambil pergi meninggalkan saya yang masih terpaku di depan pagar. Tak henti-hentinya mata ini menatap kepergian dia, hingga akhirnya bayangan gadis itu menghilang di balik gang di ujung sana. Meninggalkan rasa sesal di hati, kenapa obrolan itu hanya terjadi di dalam pikiran saya saja.

Tulisan Lainnya.

Curhat Peuting
Jangan Ganti Nama di Kompasiana, Berbahaya!!
Ini Dia, Alasan Kenapa Kita harus Suka dengan Anak Kecil
Minumlah Resahku
Aku Bukan Jiwamu
Abah, Tolong Ajarin Aku Merokok!!
Baru Sekarang Saya Merasakan Malu Ketika Bersedekah
Kasihan Sekali Hidupmu Anak Kota
Ternyata Orang Gila lebih Jujur

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun