“Mah, kita cerai saja yah”, ucapmu malam itu, mengagetkanku.
“Kenapa, Pah. Apakah kamu sudah tidak mencintaiku lagi?”, tanyaku penasaran.
“Justru karena Papah sangat mencintaimu”, jawabnya.
“Kalo Papah masih mencintai mamah. Kenapa kita harus cerai?”, semakin penasaran aku dibuatnya.
“Mah, masih ingatkah tahun pertama kita menikah. Saat itu mamah minta izin untuk bekerja. Papah mengizinkan mamah, karena kita belum punya anak?”, tanyanya.
“Iyah Pah”, jawabku pendek, sambil menanti kata-kata selanjutnya dari suamiku.
“Masih ingatkan ketika kita sudah mempunyai anak, Papah meminta mamah untuk berhenti bekerja, demi anak kita?”
“Masih, Pah”
“Waktu itu mamah menolak permintaan papah. Mamah memberikan alasan, walau sambil bekerja, mamah bisa mengurus anak.?”
“Iyah, Pah”
“Akhirnya Papah mengalah, karena besarnya cinta papah sama mamah. Dan ingatkah ketika mamah mendapat jabatan baru sebagai manajer di kantor mamah. Papah meminta mamah untuk tidak melupakan anak kita?”
“Masih, Pah”
“Namun seiring waktu, dengan kesibukan mamah di pekerjaan. Berangkat pagi, pulang malam. Mamah semakin asing bagi papah dan anak kita. Dan saat itu juga papah, meminta mamah untuk lebih memperhatikan keluarga kita.Namun, mamah bilang, kalau hal ini mamah lakukan demi keluarga juga. Masih ingat mah?”
“Ingat Pah”
“Saat ini sepertinya saat yang tepat untuk papah memutuskan yang terbaik untuk keluarga ini. Demi Allah, papah tidak iri kalau mamah berhasil, cuman papah tidak ingin ada dua imam dalam keluarga ini. Papah rasa, papah masih bisa menghidupi anak isteri dengan hasil keringat papah sendiri.”,ucapnya. Sesaat dia terdiam menghela napas, seakan berat sekali ucapan yang akan keluar dari mulutnya.
“Papah lihat, mamah seperti ingin menjadi imam lain di keluarga kita. Oleh karena papah sangat mencintaimu, maka lebih baik kita berpisah. Biar mamah dapat menjadi imam di keluarga lain. Karena bagi papah, jika ada dua imam dalam satu keluarga, maka keluarga ini tidak akan lurus jalannya. Pasti ada pertikaian terus”,lanjutnya. Aku hanya terdiam mendengarkan.
“Mah, papah ini sangat mencintai mamah, namun papahpun mencintai anak kita. Rasa cinta papah terhadap anak kita melebihi rasa cinta papah terhadap mamah. Karena tidak ada istilah bekas anak, namun istilah bekas isteri, mamah juga pasti tahu. Oleh karena itu, biarlah papah mencari ibu baru untuk anak yang papah cintai. Papah, takut anak kita menjadi beban di akhirat nanti, jika tidak diurus dengan baik oleh ibunya yang merawat, mengasihi dan mengajarkan nilai-nilai agama kepadanya sejak dini”.
Akupun hanya terdiam, kebingungan. Bingung memikirkan kata-kata apa yang harus kuucapkan kepada suamiku yang begitu baik ini.
Tulisan Lainnya
Ketemu Hantu di Curug Cijalu, Purwakarta