“Ajaib. Akal saya tidak bisa menerima kenyataan ini. Bagaimana bisa, paman jauh saya yang sudah lama tidak jumpa mendadak pulang kampung, hingga menjadi jalan bagi saya untuk mendapatkan pekerjaan, kalau bukan kehendak Tuhan!!”
…………………..
Usaha Nomor 1, Hasil Nomor 2. [Kisah Memahami Takdir]
Ini adalah kisah pribadi yang menceritakan tentang perjalanan memahami takdir. Jangan dianggap curhat yah, seperti kasus Pak SBY hehe. Saya hanya coba membagi kisah hidup seorang manusia dalam perjalanannya di muka bumi ini. Kali aja berguna.
Dulu ketika saya keluar dari suatu perusahaan, saat itu punya rasa optimis yang besar. Rasa optimis itu adalah bahwa saya akan cepat dapat kerja lagi. Perasaan tersebut didukung oleh pesangon yang saya miliki. Memang pesangon yang saya miliki tersebut lumayan untuk hidup sendiri selama 1 tahun di kota Jakarta.
Setelah resmi keluar, mulailah saya jadi pengangguran. Tiap hari kerjaan saya adalah ke warnet cari lowongan. Kalau sabtu atau minggu beli koran, cari lowongan. Segala macam lowongan saya coba masuki. Tak perduli cocok atau tidaknya dengan latar belakang pendidikan dan pekerjaan. Yang penting, lamar!!
Selama setahun saya menghabiskan uang pesangon untuk mendukung rasa optimis tersebut. Dan hasilnya adalah uang habis, pekerjaan tidak kunjung didapat. Hingga akhirnya sayapun terusir dari Kota Jakarta.
Saat itu saya Terlunta-lunta. Untuk kembali ke kampung halaman, saya pesimis. Karena dibenak saya saat itu adalah cari kerjaan di Jakarta yang banyak informasi aja susah apalagi kalo nyari kerjaan di kampung.
Akhirnya saya bergerilya di dua kota. Menumpang hidup di teman dan saudara. Tak terperi kesusahan dan kepedihan dalam perjuangan untuk mendapatkan pekerjaan tersebut. Saya membunuh harga diri, demi perjuangan ini.
Puncak dari perjuangan demi mendapatkan pekerjaan adalah diusir secara halus oleh saudara sendiri dari rumahnya. Maka tak terasa air mata mengalir dari sudut mata saya dan bertanya “Mengapa ini terjadi? Bukankah aku sedang berusaha Tuhan?”
Akhirnya dengan muka tertunduk, saya pulang juga ke kampung. Saat itu saya merasa diri sebagai pecundang. Ternyata otak, tenaga dan segala usaha tidak bisa menolong diri saya untuk mendapatkan pekerjaan.
Selama satu bulan di Kampung, saya berusaha mendekatkan diri kepada Allah. Sholat lima waktu, Tahajud dan Sholat Dhuha. Namun saya masih kebingungan, bagaimana cara keluar dari masalah ini.
Hingga dalam suasana hening kesendirian saya berbisik: