Sekarang mendengar kata-kata "senjakala" saja (tanpa embel-embel "media" apalagi "media cetak"), sensi saya berubah menjadi tensi tinggi. Saya maunya marah, sebel kepada para analis seperti Mas
Hilman Fajrian ini, yang seakan-akan menjadikan koran di mana saya bekerja, sebagai objek kupasan. Kasarnya, seolah-olah koran di mana saya bekerja dijadikan pesakitan, disisik dan ditelisik dari berbagai sisi. Tetapi tatkala Pak Bre Redana, senior saya mengungkapkan perasaannya dengan pertanyaan menohok "
Inikah Senjakala Kami?" di Harian
Kompas edisi Minggu, kemarahan saya urungkan, tensi saya turunkan.
KEMBALI KE ARTIKEL