Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Jokowi atau Prabowo

5 Mei 2014   03:44 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:52 258 1


Penggung politik semakin hari semakin ramai. Saat ini ada 2 capres terkuat yang ada. Mereka adalah Jokowi dari PDIP dan Prabowo dari Gerinda.

Yang menarik adalah saling serang antara kedua kubu. Bagi yang merasa simpatisan salah satu Capres tersebut tidak perlu munafik kalau tidak ada politik tak sehat, saling menjatuhkan.

Politik Penuh Janji Palsu

Jauh sebelum pemilu 2014 saat ini ternyata ada yang namanya Perjanjian Batu Tulis (2009), saya juga tidak tahu kenapa ada perjanjian macam itu. Ketika PDIP mengumumkan Jokowi sebagai capresnya, Gerindra langsung kalang kabut, mungkin saja Gerindra takut Prabowo kalah dari Jokowi? entahlah. Yang jelas Gerindra kecewa karena PDIP telah mengingkari perjanjian tersebut. Dalam perjanjian tersebut kedua partai sepakat untuk mendukung Prabowo sebagai Capres pemilu 2014. Publik Indonesia pun kaget, hebat sekali 2 partai besar ini, mereka sudah memiliki capres untuk pemilu 2014 dari tahun 2009. Meskipun pada akhirnya PDIP mengingkarinya.

Pada saat PDIP mengumumkan capresnya, Gerindra langsung mengungkit perjanjian tersebut. Wajar saja, Prabowo adalah calon terkuat andai kata Jokowi tidak jadi Capres. Sedangkan PDIP disini tentu saja tidak ingin menyia-nyiakan berbagai survey yang menilai Jokowi adalah Capres dengan elektabilitas tertinggi.

PDIP bergeming, mereka menganggap bahwa Perjanjian itu tidak berlaku lagi, sebab mereka beranggapan bahwa perjanjian itu hanya berlaku jika Megawati-Prabowo menang saat itu. Sedangkan Gerindra menganggap bahwa PDIP telah inkar janji, mereka mengingkari perjanjian yang ditanda-tangani diatas Materi. Luar biasa bukan? Lalu siapa yang benar disini?

Yang perlu diperjelas disini adalah PDIP dan Gerindra telah mencoreng Demokrasi yang ada di Indonesia. Kenapa? Karena  kedua partai ini telah membatasi Capres pada pemilu 2014 sejak tahun 2009. Bukankah hak menjadi presiden itu hak setiap warga negara?

Sebenarnya disini masyarakat Indonesia dapat melihat bahwa dalam panggung politik, teori “hari ini kawan, besok lawan” adalah benar adanya. Dan dalam politik tidak ada yang pasti, oleh karenanya kita tidak boleh mudah percaya dengan janji-janji politikus. Perjanjian bermaterai saja dilanggar? Meskipun saya belum tahu siapa sebenarnya yang salah disini.

Puisi pun menjadi senjata mematikan

Saling serang antara kubu Prabowo dan Jokowi pun berlanjut ke dunia sastra. Puisi menjadi alat singgung-menyinggung yang menjadi andalah kedua kubu. Awalnya serangan dilancarkan oleh Fadli Zon dengan puisi-puisinya yang berjudul “Raisopopo”, “Air mata buaya” dan “Sajak seekor ikan” serta puisi berjudul “Sandirwara”. Sedangkan yang meladeni serangan tersebut adalah fachmi habcyi kader muda PDIP ini membalasnya dengan puisi berjudul “Pemimpin tanpa kuda”, “Rempong”, “Aku isoopo” serta puisi “Kembalikan mas wiji”.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun