"Kondisi masih dianggap stabil ya, masih bagus, masih cukup kondusif secara umum. Dalam konteks koalisi masih dinamis, running, dan on progress," kata Ujang Komarudin, Selasa (10/10).
Ujang kemudian mengupas lebih jauh tentang dinamika yang terjadi di antara partai politik dan tokoh-tokoh elit. Dia menekankan bahwa, untuk mengantisipasi pendaftaran yang akan datang, semua partai politik dan calon presiden telah secara aktif mempersiapkan diri. Mereka telah mengintensifkan upaya komunikasi mereka dan telah terlibat lebih langsung dengan publik.
"Saya melihatnya, menjelang pendaftaran ini, semua partai politik, semua capres, sudah memberikan ancang-ancang, menjalin komunikasi semakin intensif, turun ke rakyat juga semakin kencang, ya karena ini adalah pertarungan kandidasi, pertarungan kontestasi, yang sejatinya bukan hanya kepentingan elit ya, tetapi kepentingan masyarakat juga."
Ia melanjutkan bahwa naiknya intensifitas kegiatan-kegiatan politik ini harus diikuti oleh kesadaran kalau kontestasi tidak hanya melibatkan kepentingan elit, tetapi juga kepentingan masyarakat yang lebih luas.
"Elit harus bisa menawarkan capres cawapres terbaiknya, yang bagus, dan koalisi juga harus memberikan perspektif yang baik di mata publik, agar koalisi itu ya memang dibentuk bukan hanya untuk memenangkan pertarungan, tetapi memperjuangkan kepentingan publik."
Selanjutnya, Ujang ditanyakan tentang kesulitan yang dihadapi dua bacapres, Prabowo dan Ganjar, dalam memilih calon wakilnya.
"Ya sebenarnya bukan sulit, tetapi kelihatannya bermain di akhir, di injury time. Strategi saling mengintip antara kubu Prabowo dan kubu Ganjar, untuk siapa yang lebih dahulu mengumumkan cawapresnya lalu yang lain juga akan segera mengumumkan. Jadi main di ujung, karena batas akhir pendaftaran itu yang menjadi penentu."
Ujang menekankan bahwa pembahasan yang berkepanjangan mengenai calon wakil presiden dari kubu Prabowo dan Ganjar tampaknya lebih didorong oleh pertimbangan strategis daripada tantangan untuk memilih pasangan yang cocok untuk masing-masing calon presiden. Ia kemudian menggarisbawahi keuntungan-keuntungan dari strategi yang digunakan oleh kedua kubu.
"Jadi ini bagian dari strategi juga bukan soal kesulitan. Kalau, di politik itu mengenal strategi permainan injury time itu, agar misalkan dua kubu amtara ganjar dan prabowo itu tidak mengetahui cawapresnya sejak dini agar tidak mengetahui kekuatan masing-masing sejak dini. Maka agar saling penasaran agar saling rahasia, mereka bermainnya untuk cawapresnya menjelang waktu pendaftaran, ini semua bagian dari strategi politik."
Berdasarkan isu yang sedang berkembang mengenai Golkar "berkhianat" dan bergabung dengan koalisi yang mendukung Ganjar. Ujang juga memberikan analisis mengenai kemungkinan hasil yang akan diperoleh Golkar jika bergabung dengan koalisi PDI-P. Menurutnya, jika Golkar memilih untuk bergabung dengan PDI-P, Golkar akan berada dalam posisi yang kurang menguntungkan dibandingkan dengan koalisinya saat ini.
"Saya rasa sudah ada komitmen dari awal, dan Golkar lebih tepat di Prabowo, lebih bisa bermanuver, lebih bisa bebas, dan lebih bisa untuk menaikkan suara di pileg. Tapi kalau masuk dukungan ke PDI-P justru Golkar rugi ketutup, tidak sama sekali ada irisannya kalau di PDI-P."
Kemudian ia memberikan argumen mengapa Golkar akan merugi bila bergabung dengan PDI-P.
"Karena Ganjar dampak elektoralnya ke PDI-P bukan ke Golkar. Tapi kalau Prabowo masih ada irisannya dengan Golkar, dulu pernah jadi kader Golkar, besar di Golkar, dan mereka dalam konteks itu, makanya kader-kader di bawah Golkar menginginkan mengusung Prabowo maka diikuti oleh Airlangga. Jadi, sejatinya Golkar itu lebih untung di Prabowo secara kalkulasi politik, dan untuk mengamankan elektoral di pilegnya. Kan itu yang dicari oleh Airlangga, kalau di koalisi lain belum tentu bisa didapatkan elektoralnya."
Ujang juga menjelaskan skenario apabila Golkar keluar dari Koalisi Indonesia Maju (KIM). Ia menganggap, Prabowo akan kehilangan keuntungan yang besar apabila Golkar cabut dukungannya terhadap Prabowo.
"Tentu secara kalkulasi politik rugi ya. Tetapi apa boleh buat, kalau Golkar tidak ada, tidak bisa juga diratapi oleh Prabowo. Secara kalkulasi ya memang rugi, karena bagaimanapun dukungan dari partai itu penting, apalagi dari Golkar." tutup Ujang.