Narasi religi lebih ditonjolkan dibandingkan narasi perdamaian dan kemanusiaan, alhasil dukungan dari masyarakat dunia sebatas membentang spanduk dan poster saja, ungkapan keprihatinan di ujung bibir banyak orang, dibalik itu kita tidak tahu.
Narasi religi pun disematkan dalam promosi aplikasi layanan pesan BIP, barang daganganpun dilabeli dengan agama, Al hasil pasar raksasa enggan menyentuhnya, akhirnya hanya segelintir orang saja yg tertarik dan bahkan alih alih mengunduhnya rasa ingin tahu pun dikubur dalam-dalam. WhatsApp dengan narasi global akhirnya masih layak untuk dipertahankan.
Hal yang seharusnya menjadi issue global justru di eksklusive kan, hal yang mestinya besar justu dikerdilkan dengan narasi narasi itu tadi.
It doesn't make any different!!!
Palestine tetap tertindas, BIP tetap tergilas.
Coba mulai narasikan tentang penegakan keadilan, kemanusiaan, kemerdekaan, kasih sayang sesama manusia di pelosok dunia manapun bukan hanya di palestine, pun di negeri sendiri. Narasikan tentang keunggulan produk daganganmu dengan baik, bukan hanya tentang BIP. Geser narasi-narasi ekslusivisme ke narasi globalisme.
Karena kesamaan prinsip global di dunia adalah keadilan, kemanusiaan, kemerdekaan, kasih sayang sesama manusia. Eksklusivisme values tidak akan pernah memberi ruang rekonsiliasi di dunia, baik ideology, politik , ekonomi, sosial maupun pertahanan dan keamanan. Kecuali kamu memang hanya ingin berjuang sendiri membopong ekslusivisme berharap mukzizat turun dari lagit.
Kesan penggiringan narasi ke arah Eksklusivisme values justru membuat dunia tak serius untuk bergeming. Padahal kita sedang membutuhkan dukungan aksi masyarakat dunia. Apakah dengan spanduk dan kekuatan do'a saja bisa meruntuhkan gunung ? Jangan mengaburkan antara iman dan angan-angan.
A.E.L