Rangkaian pertandingan melawan Timnas Belanda, Arsenal FC, Liverpool FC, dan Chelsea FC, menunjukkan bahwa PSSI belum berubah. Pengurus PSSI lebih mementingkan uang, dan popularitas pribadi menpora, capres, dan partai peserta pemilu 2014, dibandingkan dengan prestasi Timnas, kemajuan sepakbola nasional, dan mengorbankan harga diri bangsa.
Pertandingan
Secara teknis para penggemar sepak bola dapat memahami kesalahan JT dalam pertandingan The Indonesia Dream Team vs Arsenal FC Pre-Season Tour 2013.
Gol Pertama (menit 18’) – Kesalahan ganda Jufrianto (15)
Jufrianto (15), defender yang dipasang dalam posisi midfielder, terlihat sangat kaku. Wanggai memberi instruksi agar bola diumpan ke Kipuw, namun Jufrianto sebagai defender terlihat bingung dan justru melakukan passing lambat kembali ke Wanggai yang tengah maju melakukan pergerakan tanpa bola untuk mengecoh lawan. Dengan mudah passing ke Wanggai disambar oleh Chamberlain.
Chamberlain (15) beradu sprint dengan Igbonefo, dan berhasil di redam dengan baik oleh Igbonefo. Sementara M Robby menjaga center forward Akpom, sementara Maitimoe kurang baik menjaga Ramsey. Sanadi tidak terlihat kembali ke pertahanan, padahal seharusnya segera setelah Igbonefo bertugas, Sanadi-lah yang perlu mengambil posisi menjaga ancaman. Ada pula kemungkinan oleh coach JT, Sanadi difungsikan sebagai winger, sehingga beranggapan tidak perlu kembali karena posisinya di cover oleh Jufrianto, sementara ia bersiap untuk serangan balik.
Jufrianto seperti kebingungan sendiri, kurang menyadari posisi barunya sebagai midfielder seharusnya menjaga second striker. M Robby terlihat sudah memberikan isyarat agar Walcott yang bergerak maju segera dijaga, namun tidak ditanggapi. Akibatnya Chamberlain memberikan bola kepada Walcott berlari cepat mencetak gol dengan tendangan keras.
Disini kesalahan ganda Jufrianto dapat ditimpakan pada coach JT yang menempatkan seorang defender pada posisi midfielder, di depan M Robby dan Igbonefo.
Perubahan Timnas (menit 44'): Jufrianto diganti Pellu
Pergantian ini menunjukkan bahwa JT terlambat melihat kelemahan Jufrianto, disamping itu juga memperlihatkan bahwa JT belum memahami permasalahan yang dihadapinya dengan menambah midfielder serang seperti Pellu, yang justru memperlemah pertahanan Timnas.
Serangan bertubi-tubi terjadi karena kelemahan midfielder Timnas yang tidak mampu mempertahankan bola di depan.
Babak Kedua
Pada babak kedua, kedua striker squad utama Arsenal ditarik: Walcott dan Chamberline, dan para pemain muda Arsenal dimasukkan. Gnarby dimajukan kedepan, dengan Elsfeld sebagai penyerang, dengan Akpom tetap sebagai forward center.
Dengan masuknya Ollson, Zelalem, dan Aneke, praktis tidak ada lagi pemain Arsenal, selain bek Jenkinson dan Koscielny yang masuk menggantikan Mertesacker. Dengan kata lain, Timnas Senior JT berhadapan dengan pemain usia 17 – 22 tahun, alias U-23.
Menit 46 – 69 adalah peluang emas bagi Timnas. Dengan hanya 1 striker, Akpom, terlihat tim junior Arsenal sangat kesulitan mencetak gol. Sayangnya kesempatan ini gagal dimanfaatkan oleh Timnas. Justru pada menit 53’ melalui serangan balik, Akpom berhasil mencetak gol.
Gol Kedua (menit 53’) – Kesalahan defender, khususnya Sanadi
Serangan balik, Gnarby wing run di sebelah kiri, gagal di takling oleh M Roby, kemudian dihadang oleh Igbonefo dan dibelakangnya Maitimoe. Maitimoe tidak berkoordinasi dengan baik dengan Sanadi, akibatnya Sanadi sebagai defender kiri mengawal Akpom dari sisi yang salah sehingga dengan mudah Akpom menerima passing dari Gnarby, dan mencetak gol.
Sanadi sebagai defender kiri, sesuai kebiasaannya mengambil posisi luar, menjaga bola atas. Padahal M Robby sudah menghadang Gnarby, sedangkan Akpom mengambil posisi forward center, sehingga posisi Sanadi saat itu adalah defender center yang terlihat kurang dikuasainya.
Kembali terlihat kesalahan strategi JT yang dengan sembrono mengurangi kekuatan pertahanan sementara lawan yang dihadapi adalah lawan yang kuat. Dengan skema 4 defender sulit menghadapi tim sekelas tim junior Arsenal.
Pergantian Pemain (menit 69’)
Masuknya 4 pemain veteran squad utama Arsenal seharusnya diperhatikan oleh coach JT. Defender Sagna, Midfielder Rosicky, dan 2 penyerang utama Arsenal: Giroud dan Podolsky. Dengan masuknya first team Arsenal, maka lawan Timnas berubah 360 derajat, dari tim junior Arsenal menjadi tim Arsenal sendiri.
Gol Ketiga (Giroud menit 70’) – Kesalahan defender
JT tidak mengantisipasi masuknya pemain unggulan Arsenal.
Ollson memberikan bola pada Elsfeld, yang passing ke Sagna. Mendapat bola dari Elsfeld, bek kanan Arsenal Sagna melakukan wing run, dengan umpan ke tengah yang diselesaikan dengan baik oleh Giroud seorang diri.
Sanadi yang sudah bermain sejak awal jelas bukan lawan seimbang Sagna yang baru masuk.
3 defender Timnas gagal menghalangi Giroud. Posisi-nya terlalu dibelakang, dan tidak maju mendekati Giroud. Tidak ada yang berani menempel Giroud.
Gol Keempat (Giroud menit 74’) – Mental breakdown
Elsfeld ke Giroud, Giroud ke Sagna, Sagna wing run, umpan ketengah ditunggu oleh Giroud dan Elsfeld. Giroud mendapat bola, sempat berputar sebelum mencetak gol. Giroud dikawal 2 defender, sementara Sagna dijaga oleh Sanadi. Presisi umpan Sagna sangat tinggi, disamping insting Giroud untuk mencetak gol juga tinggi.
Untuk menghadapi keunggulan kualitas tersebut seharusnya JT sudah menambah defender.
Mudahnya Arsenal mencetak gol dengan kehadiran tim utama Arsenal, nampak memukul semangat Timnas JT. Keberanian untuk memepet pemain lawan seperti lenyap, sementara tidak ada koordinator pertahanan yang bisa membangkitkan kembali semangat juang. JT sendiri tidak berbuat banyak. Berbeda dengan banyak pelatih profesional yang biasanya langsung turun berupaya membangkitkan semangat dengan berteriak-teriak memberi instruksi.
Respon JT menit 78’: Mengganti M Roby dengan Wahyu.
Terlambat dan terlalu sedikit. Seharusnya JT sudah sadar dan menambah jumlah defender. Yang perlu diganti adalah Sanadi untuk mengimbangi sayap kanan Arsenal (Elsfeld, Ollson, dan Sagna).
Ke-ngototan JT mempertahankan skema 4 defender menunjukkan keterbatasan kemampuannya menganalisa tim yang jauh lebih kuat, dimana seharusnya tidak ada pilihan lain selain menambah defender ke-lima, dan memerintahkan midfielder untuk ikut membantu pertahanan.
JT juga seharusnya sudah mengganti Kiper begitu 2 gol berturut-turut terjadi. Pergantian kiper akan bermanfaat baik bagi tim maupun bagi kiper itu sendiri, karena tidak ada gunanya membiarkan satu kiper menanggung seluruh gol dalam kondisi dimana tim yang sangat lemah. Kiper pengganti pun biasanya akan memiliki semangat baru yang mungkin dapat memulihkan semangat para defender.
Gol Kelima (Podolsky menit 82’) – Mental breakdown
Arsenal terlihat menggunakan pola serangan sayap, dimana setelah sebelumnya sayap kanan beraksi, kali ini sayap kiri yang bergerak, sementara sayap kanan bisa beristirahat. Dengan cara itu serangan Arsenal dilakukan bertubi-tubi, tanpa jeda istirahat yang biasa diperlukan jika pola serangan dilakukan per sektor (oleh seluruh tim penyerang).
Overloading attack yang dilakukan oleh Arsenal terlihat sulit diantisipasi oleh Timnas, apalagi dengan konsisten mempertahankan skema 4 defender.
Ollson dan Podolsky saling mengoper, dan Podolsky dengan mudah mencetak gol. 3 pemain Arsenal lain tidak terkawal dengan baik.
Podolsky sudah dicoba dikawal hingga 4 pemain tetapi kembali pada masalah kualitas, sehingga berhasil lolos mencetak gol.
Gol Keenam (Ollson menit 84’) – Mental breakdown
Faktor ketepatan umpan (Ramsey atau Aneke), ditambah Meiga yang sudah kurang prima, kalah berduel dengan Ollson. Dalam kondisi prima, untuk umpan lambung sejenis, dapat dipastikan Meiga mampu mengatasi Ollson.
Seharusnya, kiper sehebat apapun perlu diganti jika mengalami kebobolan 4 gol.
Gol Ketujuh (Elsfeld menit 86’) – Mental breakdown
Pemain tidak mundur saat bertahan. 3 penyerang lawan dibiarkan di belakang.
Defender sudah tidak mengawal Elsfeld.