Direktorat Jenderal Pajak optimistis realisasi penerimaan pajak hingga akhir tahun 2015 akan meningkat setelah berbagai upaya "reinventing policy" berupa penghapusan sanksi administrasi terus dilakukan.
"Kita akan akselerasi dengan 'reinventing policy' karena kita sudah memiliki data setelah melakukan kesepahaman dengan 12 institusi," kata Direktur Jenderal Pajak Sigit Priadi Pramudito.
Lebih lanjut beliau mengatakan pertukaran data tersebut akan bermanfaat sebagai dasar pengecekan untuk validasi pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Wajib Pajak serta menggali potensi pajak baru.
"Targetnya semester satu realisasi (penerimaan pajak) bisa 40 persen, dan semester dua kita 55 persen. Intinya pajak itu butuh data karena 'self assessment' kan tergantung data. Makanya kita mempunyai data pembanding," ujarnya.
Upaya terobosan "reinventing policy" ini termasuk menerapkan kebijakan pengampunan pidana hukum atau "special amnesty" bagi para penunggak pajak di luar negeri, yang rencananya diberlakukan pada September 2015. Selain "reinventing policy", Dirjen Pajak akan melakukan upaya ekstensifikasi lainnya untuk mencari potensi pajak, salah satunya dengan menekan peredaran faktur pajak fiktif yang masih marak di beberapa daerah.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menyampaikan realisasi pendapatan negara hingga 20 Mei 2015 telah mencapai Rp502,7 triliun atau 28,5 persen dari target dalam APBN-P sebesar Rp1.761,6 triliun.
"Persentase pendapatan sudah mulai menyusul belanja karena ada perbaikan dalam penerimaan pajak," kata Menkeu Bambang
Menkeu Bambang menjelaskan peningkatan realisasi pendapatan negara tersebut, didukung oleh perbaikan kinerja penerimaan pajak akibat penerapan kebijakan
"reinventing policy" yang mulai berlaku efektif sejak Mei 2015. "Penerimaan pajak naik lebih tinggi, tidak mungkin akibat pengaruh PNBP karena harga minyak sedang turun. Ini karena 'reinventing policy' karena di triwulan I kita masih 'business as usual'," ujarnya.