Pesawat pengebom JH-XX yang dikembangkan oleh China mencerminkan langkah signifikan dalam upaya modernisasi militer negara tersebut, dengan implikasi yang mencakup dimensi teknologi, strategi, dan hukum internasional. Diperkirakan mengadopsi desain flying wing untuk memaksimalkan stealth, JH-XX mengurangi radar cross-section, jejak panas, dan deteksi akustik, sehingga meningkatkan efektivitas operasionalnya sesuai prinsip proporsionalitas dalam Hukum Humaniter Internasional (HHI). Dilengkapi dengan teknologi supercruise untuk penerbangan supersonik tanpa afterburner serta kemampuan pengisian bahan bakar di udara, pesawat ini memperluas jangkauan misi, memungkinkan penetrasi strategis ke wilayah lawan. Sistem avionik canggihnya termasuk radar Active Electronically Scanned Array (AESA), yang memperkuat kesadaran situasional sekaligus meminimalkan interferensi dengan penerbangan sipil sebagaimana diatur oleh Konvensi Chicago (1944). Selain itu, kemampuannya membawa senjata nuklir menempatkan JH-XX sebagai elemen penting dalam triad nuklir China, tetapi sekaligus memunculkan tantangan baru bagi negosiasi internasional di bawah Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir (NPT). Dengan semua keunggulan teknologinya, JH-XX tidak hanya menunjukkan ambisi geopolitik China, tetapi juga mempertegas posisi strategisnya di tengah dinamika hukum internasional dan keamanan global.
KEMBALI KE ARTIKEL