Kerja sama militer antara Rusia, China, dan potensi transfer teknologi ke Korea Utara memunculkan sejumlah isu hukum internasional yang signifikan. Pertama, dalam konteks Treaty on the Non-Proliferation of Nuclear Weapons (NPT), meskipun Korea Utara telah menarik diri pada tahun 2003, negara tersebut tetap tunduk pada berbagai sanksi PBB. Transfer teknologi strategis, seperti kapal selam berkemampuan nuklir, ke Korea Utara dapat dianggap melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB, termasuk Resolusi 1874 dan 2270, yang secara tegas melarang pengalihan teknologi militer semacam itu. Kedua, sebagai anggota Missile Technology Control Regime (MTCR), Rusia memiliki kewajiban untuk membatasi ekspor teknologi rudal dengan jangkauan lebih dari 300 km ke negara-negara non-anggota seperti Korea Utara, sehingga kerja sama terkait teknologi rudal dapat melanggar prinsip-prinsip MTCR. Selain itu, dalam konteks United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS), ketegangan di Laut China Selatan yang melibatkan dukungan Rusia terhadap China berpotensi memperburuk pelanggaran terhadap Pasal 87 mengenai kebebasan navigasi serta Pasal 192 yang mengatur kewajiban perlindungan lingkungan laut. Aktivitas militer, khususnya yang melibatkan penggunaan kapal selam nuklir, tidak hanya menimbulkan risiko strategis tetapi juga ancaman serius terhadap lingkungan, yang memperkuat relevansi perlindungan laut sesuai UNCLOS. Secara keseluruhan, isu-isu ini menggarisbawahi kompleksitas hukum internasional dalam mengatur hubungan antarnegara dalam konteks keamanan dan lingkungan global.
KEMBALI KE ARTIKEL