Dasar hukum dan landasan yuridis mengenai keterlibatan pejabat negara, termasuk presiden, dalam kegiatan kampanye pemilu diatur melalui berbagai regulasi yang memberikan legitimasi dan batasan yang jelas. Berdasarkan Pasal 1 angka 21 dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2020, kampanye didefinisikan sebagai kegiatan yang bertujuan meyakinkan pemilih melalui penyampaian visi, misi, program, atau citra diri peserta pemilu, sehingga memungkinkan keterlibatan pejabat tinggi negara selama memenuhi persyaratan yang berlaku. Lebih lanjut, Pasal 70 ayat (2) UU Pemilu mensyaratkan pejabat negara yang ingin berkampanye untuk mengambil cuti di luar tanggungan negara, kecuali kegiatan tersebut dilakukan pada hari libur. Sebagai panduan tambahan, Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2018 mengatur mekanisme pengajuan cuti serta menegaskan pentingnya menjaga prinsip netralitas, larangan penggunaan fasilitas negara, dan tidak melibatkan birokrasi dalam mendukung peserta pemilu. Terakhir, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 52/PUU-XXII/2024 mempertegas hak presiden untuk berkampanye asalkan sesuai ketentuan administratif, tidak memanfaatkan fasilitas negara, dan dilakukan pada hari libur, seperti hari Minggu, sehingga tetap selaras dengan kerangka hukum yang ada.
KEMBALI KE ARTIKEL