Mohon tunggu...
KOMENTAR
Healthy Pilihan

Dulu Saja Banyak yang Turun Kelas, Bagaimana Kalau Iuran BPJS Kesehatan Tetap Naik?

17 Mei 2020   16:10 Diperbarui: 17 Mei 2020   16:11 206 30
Mursid Kusumo, aktivis sepak bola sempat beberapa kali terbaring di rumah sakit. Dia yang pernah menjabat Sekretaris Umum (Sekum) Pengda PSSI Jabar, juga aktif di kepengurusan PSSI Pusat, tercatat sebagai pasien penyakit jantung. Pernah dioperasi, kemudian bermasalah lagi, dan kembali masuk kamar bedah.

Tahu sendiri, berapa biaya sekali operasi jantung. Tapi Mursid mengaku tidak mengeluarkan biaya sepeser pun. Dia lancar-lancar saja menjalani operasi jantung tanpa terbebani pikiran menyediakan dana yang besar. Itu karena Mursid tercatat sebagai peserta BPJS Kesehatan.

Hal yang sama dialami Toni Irawan. Teman sekantor ini, sering terkena serangan jantung. Saat mengendarai motor sepulang dari kantor, tiba-tiba limbung. Terpaksa dia mencari pertolongan dengan mampir ke kantor Polsek terdekat. Motor dititipkan, dia dibawa ke rumah sakit. Hasil pemeriksaan Toni Irawan harus dioperasi.

Toni Irawan akhirnya dirujuk ke Rumah Sakit Santosa Jalan Kebon Jati Kota Bandung. Dia harus menjalani operasi pemasangan ring. Operasi lancar dan Toni bisa pulang ke rumah dengan senyum bahagia. Tidak ada masalah biaya yang harus ditanggung dia. Sebab Toni merupakan peserta BPJS Kesehatan.

Pengalaman menyenangkan dialami juga oleh Niki Saputra. Pegawai BUMN ini bermasalah dengan giginya. Ada beberapa gigi yang tanggal. Dia coba untuk pelayanan pemasangan gigi palsu. Pak Niki melakukan prosedur pelayanan kesehatan. Akhirnya dia mendapatkan gigi  palsunya tanpa mengeluarkan biaya.

"Saya pakai jalur BPJS Kesehatan. Tetap mendapat pelayanan dengan baik. Termasuk pemasangan gigi palsu, bisa kok dicover oleh BPJS Kesehatan. Memang ada beberapa prosedur yang harus ditempuh," ujar Pak Niki.

Contoh lain dikemukanan Pak Bardjo, pensiunan karyawan hotel. Dia sempat mengalami kecelakaan. Kaki dan tanganya mengalami masalah. Jelas butuh perawatan. Setelah mendapat rujukan dari Puskesmas, Pak Bardjo akhirnya dirawat di RS Al Islam.

Lumayan perawatannya hampir seminggu. Setelah itu Pak Bardjo diperkenankan pulang. Dinyatakan sehat dan bisa beraktivitas kembali. Apakah Pak Bardjo mengeluarkan uang? Ternyata tidak. Kalau menghitung biaya rawat inapnya saja sudah berapa, belum obat-obatan yang harus ditebus. Tapi beruntungnya Pak Bardjo tercatat masih aktif sebagai peserta BPJS Kesehatan.

Contoh-contoh di atas memang kurang terekspos. Padahal banyak juga yang sudah merasakan manfaat dari program BPJS Kesehatan. Namun, yang tersebar luas di masyarakat, utamanya media sosial adalah buruknya pelayanan yang dierima peserta BPJS.

Keluhan terkait pelayanan yang buruk, gegara calon pasien menggunakan BPJS Kesehatan memang sudah sulit tertampung. Keluhan yang sering muncul, tidak lain perlakuan diskriminasi antara pasien pengguna BPJS Kesehatan dan pasien jalur umum. Memang tidak bisa ditampik, kenyataan di lapangan hal semacam itu pernah terjadi.

Sekali waktu ada pasien yang minta pelayanan kesehatan dengan menggunakan BPJS Kesehatan. Dia merasa kesal karena pelayanan yang diterima sangat lambat. Cenderung dilama-lamakan dan ada kesan dipersulit.

"Akhirnya saya pakai jalur umum. Perlakuan yang saya terima berubah drastis 180 derajat. Padahal perawat dan dokter yang menangani saya sama. Heran saja mengapa bisa terjadi semacam itu. Padahal saya tidak pernah terlambat membayar iuran bulanan," ucap Zaenawar, seraya menambahkan akhirnya dia keluar sebagai peserta BPJS Kesehatan, setelah ada rencana iuran bulanan tetap naik.

Sangat dimaklumi, apa yang dikeluhkan Zaenawar. Karena dia memang peserta BPJS Kesehatan yang aktif. Dia tidak mau kecewa dua kali, setelah bayar iuran yang naik, kemudian pelayanan yang dia terima tidak ada perubahan. Apalagi dia belum pernah memanfaatkan pelayanan kesehatan menggunakan BPJS Kesehatan. Giliran dia menggunakan, ternyata kekecewaan yang diterima. Timbullah rasa kapok.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun